Quote Amor
Sastra
Analisis Wacana: Logis Berwacana dan Santun Bertutur
Tuesday, October 1, 2019
0
Foto : Ananlisi Wacana : Logis Berwacana dan Santun Bertutur |
Quote Amor - Di tengah maraknya praktik
berbahasa yang kerap kurang memperhatikan pedoman-pedoman yang ada, buku Analisis Wacana: Logis Berwacana dan Santun
Bertutur, karya Antonius
Nesi S. Pd dan Ventianus Sarwoyo S. Pd., M. M, ini
berusaha untuk mendokumentasikan praktik berbahasa di dalam surat kabar
dengan memusatkan perhatian pada kelogisan dan kesantunan berbahasa.Dua hal itu
seringkali kurang mendapat perhatian masyarakat pengguna bahasa, mulai dari
para penjual bakso sampai elit politik.
Kelogisan suatu bahasa akan tampak
dalam penggunaan penanda-penanda kohesi maupun koherensi dalam sebuah tuturan.Bertolak
dari penanda-penanda itu, pengarang buku ini bertujuan untuk memberikan
informasi deskriptif tentang tingkat kelogisan dan kesantunan tuturan dalam
wacana surat kabar. Pengarang menggunakan empat jenis teori untuk menguraikan
kelogisan dan kesantunan wacana dalam surat kabar, yaitu kohesi, koherensi,
tindak tutur ilokusi, dan kesantunan berbahasa.
Dalam buku ini secara khususmemaparkan
kajian bahasa Indonesia dari sudut pandang pragmatik dengan mengutamakan dua konteks
tuturan yang digunakan penutur dan mitra tuturan. Oleh karena itu, ketika
seseorang berkomunikasi, hal yang perlu diperhatikan oleh mitra tutur untuk
menangkap maksud penutur adalah memperhatikan “apa yang dituturkan” dan “bagaimana
cara menuturkannya”. Kedua hal ini menjadikan Komunikasi tidak cukup hanya
memperhatikan aspek bahasa secara tekstual tetapi juga harus memperhatikan
konteksnya, karena tuturan dapat dipahami secara benar apabila konteks tuturan
tidak dipisahkan dengan kata-kata yang diucapkan sebagai wacana yang utuh. Di
samping itu, hal lain yang perlu diperhatikan adalah kesantunan berbahasa untuk
menjaga harkat dan martabat diri penutur sebagai manusia berbudaya sehingga
mengakibatkan mitra tutur tidak tersinggung perasaannya.
Pengarang buku ini menunjukkaan
bahwa masih banyak kegiatan komunikasi yang tidak memperhatikan kelogisan dan
kesantunan berbahasa. Keprihatinan itu mendorong pengarang untuk meneliti dan
kemudian menulis betapa pentingnya kelogisan dan kesantunan berbahasa supaya
tidak menimbulkan multi-tafsir dari mitra tutur.Pengarang membagi tulisannya
atas tujuh bab, dengan menggunakan sistem penulisan yang terstruktur. Pada
bagian awal, pengarang menguraikan empat jenis teori yang menjadi dasar
pemahaman dalam menanalisis kelogisan dan kesantunan berbahasa.
2.
Analisis Wacana: Logis Berwacana dan Santun Bertutur
2.1
Logika dan Wacana
Logika
merupakan ilmu pengetahunan dan kecakapan untuk berpikir lurus. Dengan
pengertian itu, logika senantiasa berhubungan dengan bahasa, karena bahasa
merupakan alat komunikasi antaranggota masyarakat.Kajian internal dan eksternal
bahasa merupakan alas-pijak bagi pengembangan studi logika karena hukum-hukum
logika formal menganut aturan-aturan berpikir lurus yang tersistem menurut
hukum-hukum kebahasaan.
Pada
umumnya wacana dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok. Pertama, berkenaan
dengan sarananya, wacana dapat dibedakan
menjadi dua bagian, yaitu wacana lisan dan wacana tulisan. Kedua, dilihat
dari penggunaan, pemaparan, dan tujuannya, wacana mempunyai dua bagian, yaitu
wacana prosa dan wacana puisi.Wacana prosa selanjutnya diklasifikasi lagi
menjadi lima bagian, yaitu wacana narasi, wacana deskripsi, wacana eksposisi,
wacana persuasi, dan wacana argumentas.
Tugas
analisis wacana adalah mengkajikan segi internal maupun eksternal wacana.
Secara internal, wacana dikaji dari segi jenis, struktur, dan bagian-bagiannya.
Secara eksternal, wacana dikaji dari keterkaitannya dengan pembaca, hal yang
dibacakan, penulis, hal yang ditulis, dan penulis dengan pembaca.
Dengan
demikian, tujuan pengkajiana wacana adalah untuk mengungkapkan kaidah bahasa
yang mengkonstruksikan wacana, menghasilkan wacana,pemahaman wacana, dan
pelambangan suatu hal dalam wacana, dengan memperhatikan segi internal dan
eksternal wacana itu. Struktur analisis wacana dalam Linguistik dapat disusun
berdasarkan urutan unsur yang paling besar sampai yang terkecil, yaitu wacana,
kalimat, klausa, frasa, kata,
morfem,fonem, dan fona. wacana dalam surat kabar juga pada hakikatnya
merupakan hasil tulisan berupa pemerian suatu hal yang membawa amanat secara
lengkap.
1.1
Kelogisan
dan Kesantunan Berbahasa
Bahasa
memiliki bentuk dan makna. Dari segi bentuknya (dalam konteks tata bahasa),
fona adalah unsur bahasa yang paling kecil, sedangkan wacana merupakan unsur
bahasa yang paling besar. Dari segi makna, fona dan fonem tidak memiliki makna,
dan dari morfem sampai wacana adalah unsur-unsur bahasa yang dikatakan telah
memiliki makna.
Sejalan
dengan bentuk dan makna bahasa, hubungan antarbagianwacana dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu kohesi (hubungan bentuk) dan koherensi (hubungan
makna). Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pada umumnya wacana terdiri dari
sejumlah kalimat. Setiap kalimat mempunyai korelasi sehingga dalam hubungan itu
terjadi kepaduan makna (koherensi).
Fungsi
utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi atau sarana untuk menyampaikan
pesan dan informasi. Salah satu aspek yang sangat penting dalam kegiatan
berkomunikasi adalah menjaga kesopansantunan atau keharmonisan antara pembicara
dan lawan bicara. Sikap tersebut muncul dari kesadaran untuk menghargai mitra
tutur.Cara penuturan juga pada setiap orang itu berbeda-beda, tetapi secara
umum dapat ditentukan menjadi dua yaitu penuturan secara tidak lansung dan
penuturan secara langsung. Sikap sopan santun dalam berbahasa mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan fungsi bahasa sebagai alat pemersatu.
2.2
Kohesi: Peranti Antarunsur yang Terimplisit
Kohesi
merupakan pertalian antarunsur dalam srtukutr sintaksis yang dinyatakan secara
eksplisit berupa unsur lingual tertentu. Dengan demikian, dalam analisis wacana
bahasa Indonesia, kohesi terdiri dari kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Kohesi
gramatikal adalah kohesi yang disebabkan oleh
adanya unsur-unsur bahasa yang secara gramatikal memiliki pertalian
makna.
Kohesi
gramatikal terdiri dari referensi yaitu satuan kohesi gramatikal yang berupa
satuan lingual tertentu yang menunjukkan satuan lingual lain, yang mendahului
atau mengikutinya. Referensi dapat dibagi menjadi dua, yaitu eksofora
(situasional) dan endoforal (tekstual). Kedua, substitusi merupakan gramatikal
yang perupa penggantian satuan lingual tertentu dengan satuan lingual yang
lain. Substitusi dapat berfungsi untuk menghindari kemonotonan sebuah wacana.
Ketiga, penghilanganmerupakan gramatikal pelesapan unsur tertentu yang telah
disebutkan. Penghilangan secara gramatikal dekat dengan substitusi kosong.
Ketiga, konjungsi adalah kohesi
gramatikal yang dilakukan dengan cara menghubungkan unsur yang satu dengan
unsur yang lain.
Kohesi
leksikal adalah hubungan yang disebabkan oleh adanya kata-kata yang secara
leksikal memiliki pertalian. Ada lima jenis kohesi leksikal untuk mewujudkan
keutuhan suatu wacana. Pertama, pengulangan merupakan penyebutan kembali suatu
unsur leksikal yang sama seperti yang telah disebut sebelumnya. Kedua, sinonimi
berkaitan dengan penggunaan bentuk bahasa yang maknanya sama atau mirip dengan
bentuk lain. Ketiga, antonimi merupakan kohesi leksikal yang terdapat pada dua
unsur lingual atau lebih yang memiliki makna berlawanan. Keempat, hiponimi
merupakan peranti kohesi leksikal yang makna kata-katanya bagian dari makna
kata yang lain. Kelima, ekuvalensi ialah jenis kohesi leksikal yang berupa
jumlah kata sebagai hasil proses afiksasi dengan morfem asal yang sama.
2.3 Koherensi: Peranti Antarunsur yang Terimplisit
Berdasarkan
keterkaitan sematis antara bagian-bagian wacana, koherensi terdiri atas dua
bagian, yaitu pertama, koherensi berpenanda ialah eterkaitan sematis antara
baian-bagian wacana yang pengungkapannya ditandai dengan konjungsi. Koherensi
berpenanda dibagi lagi menjadi tujuh. Pertama, koherensi temporal yaitu
koherensi yang menyatakan hubungan makna waktu antara kalimat yang satu dengan
kalimat yang lain. kedua, koherensi intensitas yaitu koherensi yang meyatakan
hubungan sesungguhnya yang terdapat dalam sjumlah penanda dalam fungsinya
sebagai penghubung antara kalimat satu dengan kalimat yang lain. ketiga,
koherensi kausalitas yaitu koherensi yang menyatakan hubungan sebab akibat
antara kalimat satu dengan kalimat yang lain. keempat, koherensi kontras yaitu
koherensi yang menyatakan pertentangan antara kalimat yang satu dengan kalimat
yang lain. kelima, koherensi aditif yaitu koherensi yang menyatakan makna
penambahan antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lain, yang ditandai
konjungsi tertentu. Keenem, koherensi kronologis koherensi yang menyatakan
hubungan rankaian waktu.
Koherensi
yang kedua adalah koherensi yang tidak berpenanda. Koherensi ini hanya terdiri
dari dua bagian, yaitu pertama koheensi perincian dan koherensi perian.
Koherensi princian adalah koherensi yang mengatakan makna rincian penjelasan
sesuatu hal secara sistematis. Koherensi perian adalah koherensi yang berkaitan
dengan hubungan makna yang menyatakan pendeskripsian suatu hal secara jelas.
Kedua, koherensi wacana dialog adalah koherensi yang didominasi oleh adanya
stimulus respon.
2.4
Tindak Tutur Ilokusi
Tindakan
ilokusi adalah tindakan melakukan sesuatu seperti berbicara mengenai fungsi,
fungsi atau daya suatu ujaran dan bertanya. Funsi-fungsi ilokusi dapat
diklasifikasi menjadi empat jenis berdasarkan hubungannya dengan tujuan-tujuan
social perupa pemeliharaan perilaku yang sopan dan terhormat. Keempat tindakan
ilokusi tersebut adalah kompotitif, menyenangkan, berkerjasama, dan
bertentangan. Alat penunjuk tekanan ilokus ialah jenis ungkapan yang di
dalamnya terdapat suatu celah untuk sebuah kata kerja yang secara eksplisit menyebutkan
tindakan ilokusi yang sedang ditunjukkan.
Berdasarkan
hasil analisis terhadap data-data yang ada, ditemukan empat jenis tindakan
ilokusi yang muncul di dalam surat kabar. Keempat tindakan lokusi itu adalah
pertama, direktif yaitu tindakan ujar yang dilakukan penutur dengan maksud
supaya penutur melakukan tindakan yang disebut dalam ujaran itu. kedua,
representatif merupakan tindakan penutur yang mengikat penuturnya kepada
kebenaran atas apa yang dikatakan. Ketiga. Komisif yaitu tindakan ujaran yang mengikat
penuturnya untuk melaksanakan apa yang disebut di dalam ujarannya. Keempat,
ekspresif yakni tindakan ujaran yang dilakuakn dengan maksud supaya ujarannya
diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam ujaran itu.
2.5 Kesantunan Berbahasa
Secara
garis besar teori sopan santun berbahasa mencakup tiga hal, yaitu pertama, jenis tindak tutur yang mengandung sopan
santun. Hal ini berdasarkan pembagian tutur menurut fungsi. Kedua, skala
kesopanan tutur. Ada beberapa hal yang berkaitan dengan hal ini yaitu skala
untung-rugi, skala pilihan, skala ketaklansungan, skala keotoritasan, dan skala
jarak sosial. Ketiga, prinsip kesopanan.
Berdasarkan
hasil penelitian, kesantunan berbahasa mempunyai tingkatan, yaitu analogi,
diksi atau pilihan kata, penggunaan gaya bahasa (perumpamaan, metafora,
hiperbola, eufemisme), penggunaan keterangan (kata) modalitas, menyebut subjek
yang menjadi tujuan tuuran, dan bentuk tuturan.Setiap tindakan komunikasi yang
dilakukan manusia selalu mengandung maksud tertentu.Oleh karena itu,
tuturan-tuturan harus memperhatikan pemakaian atau pemilihan kata-kata yang
maknanya lebih halus, sopan, dan netral.
3. Penutup
Buku
ini merupakan hasil kajian mengenai penggunaan bahasa dalam beberapa surat
kabar.Pengarang buku ini memperhatikan secara khusus kesantunan bertutur. Hal
tersebut merupakan bentuk kepedulian terhadap pengguna bahasa yang kurang
memperhatikan kelogisan dan kesantuan dalam penggunaan bahasa. Meskipun, kajian
kesantuan yang dibahas dalam buku ini belum mencapai kesempuranan tetapi
setidaknya buku ini telah menunjukkan kemajuan dengan memberi kesadaran baru
kepada semua pengguna bahasa Indonesia. Dalam kajian pragmatik model lama,
krtiteria kesantunannya hanya dilihat dari aspek “tidak tersinggungnya mitra
tutur”. Kajian pragmatik model baru sudah maju selangkah yaitu krtiteria
kesantunan harus melibatkan aspek penutur. Artinya bahwa berkomunikasi secara
santun bukan sekedar supaya mitra tutur tidak tersinggung perasaannya, tetapi
karena penutur ingin menjaga harkat dan martabatnya.
Di
samping itu, kelogisan dan kesantunan acap kali diabaikan dalam berbagai ajang
penulisan, entah penulisan jurnalistik maupun ilmiah. Oleh karena itu, buku ini
sangat cocok digunakan oleh para pencinta kebahasaan untuk menghadirkan
inspirasi praktik kebahasaan. Namun tidak menutup kemungkinan, buku ini juga
dapat digunakan oleh masyarakat umum supaya senantiasa berwacana secara logis
dan santun.
Di
akhir ini, penulis hendak menyampaikan juga bahwa buku akan digunakan sebagai
referensi utama dalam tulisan akhir semester. Penulis akan mengambil dua pokok pembahasan
dalam buku ini untuk menjadi referensi utama dalam menyelsaikan tugas akhir
semester. Dua pokok pembahasan itu adalah “kelogisan dan kesantunan berbahasa”
dan “kesantunan berbahasa”.
Oleh Albertus Dino
Daftar Pustaka
Nesi, Antonius, S.
Pd dan Ventianus Sarwoyo, S. Pd., M. M. Analisis
Wacana: Logis Berwacana dan Santun Bertutur. Ende: Nusa Indah, 2012
Previous article
Next article
Leave Comments
Post a Comment