Ads Right Header

Hosting Unlimited Indonesia
Cloud Hosting Indonesia

Belajar dari Yesus yang Berbelas Kasih dan menjadi Pembawa Damai

Sdr. Berto OFM
Guru hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat? (Mat. 22:36), Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah (Mat 5:9)

Quote Amor - Hukum Kasih adalah hukum yang terutama, inti ajaran Yesus Kristus yang terdapat dalam ketiga Injil Sinoptik: Matius 22:37-40, Markus 12: 28-34 dan Lukas 10:25-28. Maka dengan jelas Kasih adalah hukum utama yang diwartakan oleh Yesus. Hukum itu mencakup perintah untuk mengasihi Allah dan sesama yang lain, supaya semua manusia saling mengasihi seperti Kristus telah mengasihi kita. Karya kasih menjadi syarat penerimaan dalam kehidupan abadi atau syarat untuk tinggal dan hidup dengan damai dalam Kerajaan Surga.

Dalam Injil diceritakan orang yang bertanya kepada Yesus tentang hukum mana yang paling utama, yang bertanya adalah orang-orang Farisi yang diwakili seorang ahli kitab. Para pengajar Yahudi di zaman Yesus kerap kali diminta untuk meringkas hukum dalam suatu pernyataan yang singkat. Hillel, misalnya, meringkas hukum dengan cara yang menyerupai hukum emas dari Yesus (lih. 7:12): Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan Kitab Para Nabi. Rangkuman Yesus mengenai hukum mencakup dua perintah yang menganjurkan kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama. Kedua perintah ini merupakan benang merah tempat bergantung semua hukum. Dengan jawaban ini, Yesus menunjukkan kesetiaan-Nya terhadap tradisi Yahudi dan komitmennya kepada spiritualitas yang menekankan hal-hal yang hakiki. Lebih lanjut Yesus dengan tegas menyatakan hukum ini harus dihidupi oleh oaring-orang yang hidup bersamanya, bukan hanya menjadi semboyan yang mengema di dalam hati namun tidak terjadi dalam tindakan nyata.

Allah adalah kasih dan barang siapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia. Demikianlah kita mengetahui kasih Kristus, yaitu bahwa Dia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita, jadi kita harus wajib dan hukumnya tidak dapat dibanta untuk menyerahkan seluruh hidup kita kepada Allah, Sang Maha Kasih. Kesaksian iman akan belas kasih merupakan dasar hidup untuk kita semua, terutama bagi kita para pengikut Yesus dalam semangat St. Fransiskus dari Assisi.

Segala sesuatu yang kita lakukan di mana saja kita berada semua itu demi Tuhan dan untuk sesama kita. Menyatukan kehendak kita dengan kehendak Tuhan adalah kunci. Belajar dari Yesus yang selalu dan senantiasa berbelas kasih, yang selalu memberi inspirasi atau semangat kepada kita untuk terus maju mewartakan kasih itu. Paus Fransiskus pernah berkata: “Bangunlah dunia! Jadilah saksi dan bertindak dan hidup secara berbeda! Para religius harus menjadi laki-laki dan perempuan yang dapat membangun dunia”. Seruan paus yang bagi saya cukup menantang untuk berani bersaksi melalui tindakan nyata dalam mewartakan belas kasih bagi sesama.

Menurut refleksi penulis yang bertolak dari pengalaman pribadi dalam menjalani masa TOK di lembaga seminari, membagi kasih kepada sesama itu sederhana saja, yakni lewat kerasulan kehadiran dan seni mendengar. Menghadirkan diri di tengah Seminaris yang begitu banyak, dengan berbagai latar belakang budaya, karakter dsb adalah kunci untuk terus memajukan kasih itu. Selain itu membawa semangat hidup sebagai seorang Fransiskan. Bagi saya, kehadiran kita memang sangat dibutuhkan untuk suatu pengembangan iman umat yang kita layani, perwujudan semangat belaskasih, ambil bagian dari semangat kasih yang pernah diwartakan oleh Yesus dan Bapa Fransiskus Assisi.

Bila mengacu pada seruan Paus Fransiskus, kita harus berani melihat ke depan dan berani melangkah untuk sebuah perubahan pewartaan, karena hal ini sudah dibuat oleh Yesus dan disediakan pula oleh Yesus untuk dilakukan. Tak perlu ragu untuk mewartakan kasih bagi sesama, karena Tuhan membantu kita. Belas kasih itu mengandung makna mencari keuntungan dalam kerugian. Melakukan tindakan belas kasih berarti kita melakukan tindakan Tuhan. Menurut penulis, hal tersebut melampaui ketidakwajaran manusia. Kita bisa menghayati  makna belas kasih dalam hidup, jika kita sendiri pertama-pertama mengalami sentuhan belas kasih Tuhan dalam hidup secara pribadi. “Segala sesuatu yang kamu kehendaki  supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka (Bdk. Mat. 7:12). Sentuhan pribadi akan Tuhan terhadap manusia akan terus tertanam dalam diri manusia secara pribadi pula, karena hal itu langsung dirasakan.

Dalam hidup kita ada banyak pengalaman yang kita jumpai dan kita alami, dari pengalaman-pengalaman itu kita sadarkan bahwa Dialah satu-satunya yang peduli, yang mengasihi dengan ketulusan secara total dengan rahmatNya yang melimpah. Kita hanya mengandalkan Tuhan dalam hidup ini. Selalu berseru kepada-Nya dalam berbagai situasi hidup. Karena dia adalah satu-satunya sumber kasih bagi manusia. Bila berada pada-Nya, sudah menjadi tentu, kita akan merasa aman dan tentram. Dia juga menunjukkan kepada kita tentang arti untuk berbelas kasih. 

Yesus mengemukakan hukum yang paling utama, yakni mengasihi Tuhan dan sesama. Keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat. Cinta kepada Tuhan bisa diwujudkan dalam cinta kepada sasama. Buah dari cinta kepada Tuhan akan berdampak pada cinta kepada ciptaannya yang lain. Bagaimana mungkin seorang mencinta Tuhan yang tidak kelihatan dan membenci manusia yang kelihatan, yang pada dasarnya menjadi citra Allah itu sendiri. Kita mesti mencintai sesam, sebelum kita mencinta Tuhan. Sebaliknya cinta kepada sesama mesti mengalir dari cinta kepada Allah.  Pada kedua hukum bergantung semua hukum lainnya. Apakah kita sanggup untuk mewartakan kasih itu bagi sesama? Mari kita renungkan secara bersama-sama. Semoga kita mendapat hikmat untuk terus berusaha mewartkan kasih bagi sesama.

Hadirkanlah kedamaian dalam hidupmu

Damai adalah suatu suasana di mana tidak ada kebencian, irihati, peperangan, konflik, fitnah, permusuhan, perkelahian dsb. Suasana seperti inilah yang dibawa oleh Yesus kepada umat manusia. hal itu dilakukan Yesus supaya manusisa bisa suasana itu. Bagi orang Kristen suasana seperti ini akan terjadi juga di dalam Surga. Namun suasana perdamaian itu kadang sulit diperoleh di dunia ini. Manusia lebih memilih untuk berjalan sendiri, mengandalkan kehebatannya, ingin menguasai, sehingga tidak ada lagi cinta akan kedamaian. Maka, tidak heran terjadi kebencian di mana-mana, terjadi peperangan dan bahkan terjadi konflik yang tak kunjung henti. Sebagai orang Kristen yang mengakui Yesus sebagai Tuhan kita, apakah kita mampu membawa damai itu di tengah saudara-saudari kita? Apakah damai itu sudah dirasakan oleh setiaporang yang kita jumpai?

Dalam peraturan hidup yang ditulis St. Fransiskus dari Assisi kepada para pengikutnya pernah berkata: “orang yang dalam segala penderitaannya di dunia ini tetap memelihara kedamaian dalam jiwa dan raganya demi cinta kasih kepada Tuhan kita Yesus Kristus, mereka itu sungguh-sungguh pembawa damai. Peraturan hidup ini menantang kita untuk terus mengusahakan damai itu terjadi dalam diri kita, komunitas, keluarga dan bangsa. Memang perlu diakui bahwa aturan hidup ini ditujukan kepada mereka yang berusaha mengikuti Tuhan melalui semangat Fransiskus, namun bila ditelusuri lebih jauh maka sebenarnya, ditujukan juga untuk semua manusia. Santo Fransiskus mengalami situasi ini dan dia sendiri berani untuk menyatakannya melalui tindakannya bagi sesama dan seluruh alam ciptaan.

Bercermin pada hidup Fransiskus Assisi, kita akan tahu betapa dia adalah orang yang sangat mencintai kedamaian. Dia dahulu adalah salah seorang yang mengikuti perang untuk membela kota kelahirannya. Tetapi ketika ia mengalami pengalaman rohani yang luar biasa maka ia menyadari bahwa dengan peperangan tidak akan membawa kedamaian yang berasal dari Kristus. Ketika bertobat dan memulai hidup yang baru sebagai seorang religius yang mencintai kedamaian, ia berani menyerukan damai itu kepada semua orang yang ia jumpai. Bahkan ia rela menjadi martir di Timur Tengah demi suatu kedamaian pada saat perang salib sedang berlangsung. Namun cita-citanya untuk menjadi martir kedamaian itu tidak tercapai. Akhir masa hidupnya ia masih terus menyerukan damai yang tentunya bergandengan dengan sukacita bagi saudara-saudaranya.

Dalam injil Matius 5:9, dilukiskan pembawa damai, dan mereka yang menderita demi mencari kebenaran, kepada mereka juga dijanjikan kebahagiaan di masa mendatang dari Allah. Suatu janji kedamaian yang sungguh luar biasa yang diberikan kepada manusia. Matius dengan berani menegaskan gagasan ini, karena dia percaya bahwa hal itu sungguh-sungguh akan terjadi bila kita mengikuti perintah dan amana yang diberikan oleh Yesus sendiri kepada kita manusia. Terkadang dalam menghadapi situasi seperti ini kita lalai bahkan, acu taka acu dalam menghayatinya. Atau mungkin tuntutan untuk mejadi pembawa damai menjadi beban yang berat untuk kita jalani.

Setiap orang Kristen dipanggil untuk mewartakan damai. Tentu damai yang dimaksudkan berasal dari Tuhan. Setiap kita yang sudah dibaptis dalam nama Bapa, Putra dan Roh Kudus mempunyai suatu kewajiban untuk melaksanakan tugas ini, dalam situasi apapun kita harus berani untuk mewartakan damai itu. Kita harus berani keluar dari kenyaman hidup kita, keluar dari kebiasaan buruk kita, keluar dari rasa ego kita sehingga, kedamaian itu bisa dirasakan oleh setiap insan manusia. Saya yakin ketika kita sungguh merasakan kedamaian itu, kita mampu untuk membagikannya kepada sesama yang lain. Membawa damai kepada sesama yang lain membutuhkan komitmen kita, membutuhkan kesabaran, membutuhkan ketekunan dan membutuhkan kasih Tuhan. Percaya dan yakin Tuhan pasti membantu setiap niat baik kita untuk mewartakan damai.

Sebagai seorang Fransiskan, Apakah saya mampu untuk membawa damai itu kepada orang lain? dan bagi kebanyakan orang, apakah damai itu benar-benar dirasakan oleh setiap kita yang mengimani Kristus sebagai Tuhan? Mari kita bersama-sama berusaha menciptakan damai itu terjadi dalam diri kita, saya yakin dengan itu kita mampu menyatakan damai kepada komunitas kita, keluarga, sesama, musuh, lawan dan mungkin bangsa ini. Tak jarang dunia dewasa ini membutuhkan damai itu. Damai menjadi jaminan dan juga pancaran situasi surga bagi manusia di atas bumi ini. Manusia dan seluruh alam ciptaan ini membutuhkan damai. Damai itu dapat kita wartakan di dalam diri, keluarga, komunitas dan tempat kerja kita. Ini adalah kesaksian damai yang berasal dari Tuhan dan kita semua adalah pelaku damai di atas pangguh sandiwara ini. Semoga karena kerahiman dan bantuan berkat dari Tuhan kita mampu untuk mewrtakan damai itu.

Sdr. Vredigando E. Namsa, OFM

Mahasiswa Pasca Sarjana STFT Fajar Timur – Abepura Papua
Previous article
Next article

Leave Comments

Post a Comment

Ads Atas Artikel

Ads Tengah Artikel 1

Ads Tengah Artikel 2

Ads Bawah Artikel