Renungan
Teologi
Persiapan Yusuf Menanti Kelahiran Yesus (Mat 1: 18-24)
Sunday, December 22, 2019
0
Keluarga Nazaret; Yesus, Maria dan Santo Yusuf (foto dari pixabay.com) |
Quote Amor - Penantian Natal sudah tinggal tiga hari lagi dan sepanjang momen penantian (masa adven) ini, kita diajak agar kita mempersiapkan diri untuk menyambut kelahiran Kristus yang akan kita rayakan pada hari Natal. Dia adalah sang Mesias, Anak Allah, yang membawa keselamatan bagi umat manusia.
Kehadiran-Nya menjadi puncak karya keselamatan Allah, yang sudah diramalkan melalui nubuat nabi Yesaya, “sesungguhnya, seorang perempuan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan ia akan menamakan Dia Emanuel,” (Yes 7: 14). Nubuat nabi Yesaya ini diungkapkan lagi oleh Malaikat Tuhan yang memberikan kabar tentang Kelahiran Yesus kepada Yusuf, suami Maria (bdk Mat 1: 20). Peristiwa ini terjadi ketika Yusuf sudah bertunangan dengan Maria.
Panggilan dan Pergulatan Yusuf
Hal yang sangat menarik kalau kita membandingkan kisah injil Lukas dan injil Matius yang sama-sama mengisahkan tentang kelahiran Yesus Kritus. Injil Lukas hanya mengungkapkan panggilan dan pergulatan Maria ketika mendengar kabar dari Malaikat Tuhan, perihal kelahiran Yesus. Injil Lukas tidak sedikit pun mengisahkan bagaimana pergulatan Yusuf atau Yusuf hanya dikatakan sebagai suami Maria (bdk Luk 1: 26-38). Maria, dalam kisah Injil Lukas, mengalami pergulatan setelah mendengar kabar dari Malaikat Tuhan.
Sedangkan dalam Injil Matius, sebaliknya, hanya mengisahkan tentang panggilan dan Pergulatan Yusuf. Pergulatan tersebut terjadi sebelum Yusuf menerima kabar dari Malaikat Tuhan atau ketika Yusuf mengetahui bahwa Maria, calon istrinya sudah mengandung seorang anak laki-laki oleh Roh Kudus. Injil Matius tidak menyampaikan siapakah yang memberitahukan kepada Yusuf tentang Maria yang sedang mengandung itu
Namun ketika Yusuf sedang “galau” mempertimbangkan untuk menceraikan Maria, Malaikat Tuhan hadir menjelaskan dan menunjukkan apa yang harus dilakukan Yusuf. Inilah panggilan yang ditawarkan kepada Yusuf oleh Malaikat Tuhan. Sebelum mendapat panggilan tersebut, Injil Matius sudah memperkenalkan Yusuf sebagai seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama istrinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam (Mat 1: 19).
Panggilan tersebut tidak secara eksplisit ditanggapi oleh Yusuf. Dia tidak seperti Maria yang langsung mempertimbangkan dan menjawab panggilan Tuhan, “bagaimana hal itu mungkin terjadi,” kata Maria, “karena aku belum bersuami” (bdk Luk 1:34), dan “sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan;” jawab Maria, “terjadilah padaku menurut perkataan-Mu itu” (bdk Luk 1: 38).
Sedangkan Yusuf tidak mengeluarkan satu kata pun. Ia hanya mendengarkannya dengan baik tetapi yang sangat menarik adalah walaupun tetap diam, Ia mampu menjawab panggilan Tuhan melalui sikap dan tindakannya. Ia melakukan dengan sepenuh hati, taat dan pasrah secara total tanpa berkata-kata, apa yang diperintahkan malaikat Tuhan kepadanya.
Di sisi lain, pertimbangan Yusuf yang hendak menceraikan Maria secara diam-diam, sebenarnya menunjukkan kepada kita mengenai pergulatan Yusuf menerima kenyataan Maria yang mengandung dari Roh Kudus. Secara manusiawi, pertimbangan Yusuf untuk menceraikan Maria adalah sesuatu hal yang wajar, karena mungkin Yusuf memikirkan bagaimana tanggapan masyarakat umum yang ada di sekitarnya. Dia akan menjadi bahan pembicaraan banyak orang.
Tetapi di samping pertimbangan itu, Yusuf juga tidak tega meninggalkan Maria dalam kondisi seperti itu. Dalam situasi dilematis seperti itu, Yusuf mampu melampaui keegoisan dirinya dengan mendapatkan peneguhan melalui Malaikat Tuhan dan peneguhan itu meyakinkan dirinya untuk tetap menerima Maria sebagai istrinya dan siap menjadi ayah bagi Yesus Kristus. Inilah sikap iman Yusuf yang mengungkapkan bahwa yang memanggilnya adalah Tuhan yang diimaninya. Tanpa memiliki iman seperti itu, Yusuf pasti sudah menolak panggilan tersebut.
Belajar dari iman Yusuf
Proses pertimbangan dan pergulatan Yusuf merupakan masa persiapan Yusuf untuk menyambut kedatangan Yesus, Sang Mesias, Anak Allah. Hal yang pertama dilakukan Yusuf adalah dia berdamai dengan dirinya sendiri. Tanpa hal tersebut, tentu dia akan sulit menerima Maria, apa lagi Yesus yang bukan anaknya sendiri. Namun karena imannya yang mendalam kepada Allah, ia menyimpan semua pergulatan itu dalam hatinya, tanpa mengeluh sedikit pun dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan yang diimaninya.
Inilah tahap pertama yang sudah dilakukan Yusuf, ia menyiapkan batinnya untuk menyambut kedatangan Sang Almasih. Selain itu juga, setelah ia berdamai dengan dirinya, Yusuf berdamai dengan orang di sekitarnya. Hal itu nampak dari sikapnya terhadap Maria. Dia mampu mendampingi, menjaga dan melayani Maria dengan sepenuh hati sampai kedatangan Yesus. Sikap tersebut menunjukkan bahwa Yusuf sudah mempersiapkan dirinya untuk menyambut kedatangan Yesus.
Coba kita bayangkan saja kalau Yusuf belum siap menerima kelahiran Yesus, Ia bisa saja bertindak jahat kepada Maria, atau menyerahkan Yesus kepada Herodes untuk dibunuh bersama bayi-bayi yang lain. Namun karena dirinya sudah sangat siap akan kedatangan Yesus, Yusuf mampu menjaga dan melindungi Maria sehingga akhirnya ia menyambut kelahiran Yesus dengan penuh sukacita.
Lalu bagaimana dengan kita, apakah kita sudah berdamai dengan diri sendiri dan orang-orang yang ada di sekitar kita? Mari kita belajar dari Yusuf untuk berdamai dengan diri kita dan juga orang lain sehingga kita bisa menyambut kedatangan Kristus dengan penuh sukacita.(A/D)
Albertus Dino
Albertus Dino
Previous article
Next article
Leave Comments
Post a Comment