“Menyikapi Wajah Damai Agama”: Dalam Petualangan Intelektual Prof. Kautsar Azhari Noer
Prof. Kautsar Azhari Noer - Guru Besar UIN |
Quote Amor - Orang sering kali menggunakan agama untuk membenarkan tindakan kekerasan kepada yang lain. Hal tersebut terungkap dalam beberapa peristiwa yang terjadi di beberapa Negara, atau beberapa tempat di Indonesia seperti tindakan intoleransi dan aksi terorisme.
Di Indonesia, kita menyaksikan aksi penolakan pembangunan Gereja oleh beberapa kelompok Muslim, salah satunya misalnya penolakan pembangunan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin di Bogor.
Selain itu juga beberapa aksi terorisme yang cukup menyedot perhatian banyak orang, yaitu kerusuhan di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok pada 8-10Mei 2018; Penusukan polisi di bagian depan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok pada 11 Mei 2018; bom bunuh diri di tiga Gereja di Surabaya pada 13 Mei 2018; ledakan bom di Rusunawa Wonocolo pada 13 Mei 2018; dan penyerangan di Markas Polda Riau pada 16 Mei 2018.
Peristiwa-peristiwa tersebut telah merusak citra agama yang sesungguhnya. Agama yang pada hakikatnya adalah baik dan memberikan kedamaian kepada umat manusia, tetapi menjadi rusak karena dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk mewujudkan idealisme kelompok mereka.
Melihat peristiwa-peristiwa tersebut, Kautsar Azhari Noer terdorong untuk menampilkan wajah asli agama yang penuh damai. Agama tidak sekejam seperti tindakan kelompok-kelompok intoleran dan terorisme tersebut. Apalagi peristiwa-peristiwa tersebut selalu dihubungkan dengan agama Islam.
Dengan keprihatinan itu, Guru besar UIN ini menggarap buku ini dengan judul yang sangat menarik, “Menyikapi Wajah Damai Agama.” Melalui judul ini, Noer hendak menyampaikan pesan damai agama dan mematahkan stereotip bahwa agama itu penuh dengan kekerasan. Apa lagi stereotip itu dihubungkan dengan agama Islam.
Bagi Noer, kekerasan itu sebenarnya hanya dilakukan oleh segelintir orang Muslim tetapi telah merusak citra Islam menjadi buruk di mata orang-orang non-Muslim. Di Barat, misalnya, apa bila orang-orang non-Muslim mendengar kata “Islam,” kesan yang timbul di benak mereka adalah terorisme.
Bayangkan yang muncul di kepala mereka adalah bahwa Islam berwajah beringas, bengis dan tidak toleran. Hal ini tentu sangat memalukan bagi orang Muslim yang mencintai kedamaian. Oleh Karena itu, melalui buku ini, Kautsar Azhari Noer berusaha menampilkan wajah asli agama, khususnya Islam, yaitu wajah damai, ramah, sejuk dan teduh seperti yang ditampilkan oleh Nabi Muhammad saw.
Penegasan tersebut sebenarnya sudah menunjukkan bahwa buku ini lebih banyak membahas tentang nilai-nilai kebaikan Islam, bahwa Islam itu tidak seperti kelompok-kelompok yang intoleran dan terorisme. Islam yang sesungguhnya adalah penuh damai, dan inilah pesan yang dibawa oleh Nabi Muhammad.
Dengan kata lain, pesan sejati yang disampaikan oleh para nabi dan para bijak lainnya adalah kasih sayang, kerukunan, persaudaraan, persatuan, dan kepedulian terhadap sesama. Karena agama sesungguhnya adalah sumber kasih sayang, kerukunan, persaudaraan, persatuan, dan kepedulian terhadap sesama.
Karena itu agama tidak boleh berubah dari sumber kasih sayang menjadi sumber kebencian. Agama tidak boleh berubah dari sumber kerukunan menjadi sumber perseteruan, agama tidak boleh berubah dari sumber persaudaraan menjadi sumber permusuhan. Agama tidak boleh berubah dari sumber persatuan menjadi sumber perpecahan, agama tidak boleh berubah dari sumber kepedulian menjadi sumber ketidakpedulian.
Pesan-pesan tersebut tertuang dalam seluruh buku ini. Kautsar Azhari Noer memulai pembahasannya dengan melihat bagaimana kita belajar menjadi manusia. Setelah mendapatkan pemahaman bagaimana menjadi manusia, Kautsar menguraikan konsep cinta dalam al-Quran, lalu kemudian mengajak untuk mengenal sosok Muhammad dan aliran-aliran Islam kontemporer, bagaimana HAM dalam Kristen dan Islam, relasi sains dan agama, agama dan kerukunan, sikap teologis al-Quran terhadap komunitas Non-Muslim, masa depan kebebasan beragama di Indonesia, bersikap toleran terhadap perbedaan, pluralisme dan persatuan bangsa, membangun jembatan mistikal untuk dialog antar agama, membina kerukunan agama melalui spiritualitas Islam, dan terakhir Kautsar menutup dengan pembahasan tentang bagaimana membangun budaya harmonis dan humanis dalam masyarakat majemuk.
Dari seluruh gagasan yang dituangkan dalam buku ini, sebenarnya tidak mencakup judul yang diberikan, “Menyikapi Wajah Damai Agama,” karena hampir seluruh isi bukunya membahas tentang Islam. Namun terlepas dari itu, buku ini telah memberikan perspektif baru tentang Islam yaitu perspektif inklusif dan pluralisme.
Buku ini menunjukkan kepada khalayak ramai bahwa Islam tidak sama dengan kelompok terorisme. Islam adalah agama yang penuh dengan kedamaian. Hal itu terbukti dengan kutipan-kutipan dari al-Quran yang merupakan sumber iman umat Muslim dan juga melalui kehidupan Muhammad sendiri yang bisa berdamai dengan semua orang sehingga buku ini menjadi jawaban atas pandangan umum tentang Islam, di mana Islam selalu dihubungkan dengan kekerasan, dan akhirnya buku ini mengajak kita untuk mengembalikan agama kepada pesan dan tujuan sejatinya yang mulia, yaitu menciptakan perdamaian bagi sesama.
Meskipun isi dari buku ini merupakan kumpulan tulisan dari berbagai artikel yang terpisah (beberapa tulisan diambil dari materi seminarnya di beberapa tempat), tetapi tidak menghilangkan pesan yang mau disampaikan.
Dari segi penampilannya, buku ini mempunyai desain cover yang tampaknya sederhana tetapi penuh dengan nilai-nilai filosofis. Meskipun isinya cukup tebal tetapi orang tidak akan bosan membacanya, karena disajikan dengan bahasa yang ringan dan mudah dipahami sehingga buku ini bisa dibaca oleh semua kalangan.
Buku ini juga tidak hanya digunakan sebagai sumber pengetahuan tetapi juga akan sangat bermanfaat untuk menjadi bahan refleksi iman, kenapa kita harus hidup damai dengan yang lain? Pertanyaan-pertanyaan reflektif seperti ini akan menemukan jawabannya dalam buku ini.
Leave Comments
Post a Comment