Obral Ide
Birokrasi dan Pembangunan di Papua
Friday, February 7, 2020
0
Foto Pribadi Sdr. Berto OFM |
Quote Amor - Semakin maju suatu Negara, secara ekonomis, semakin besar peluang untuk menumbuhkan dan menegakkan tatanan politik yang demokratis (Perubahan sosial dan pembangunan di Indonesia. Jakarta LP3ES).
Pada tahun 1970-an banyak pemerintahan demokrasi yang tumbang maka sebenarnya pengaruh teori modernisasi mulai pesimis terhadap masa depan suatu demokrasi politik di negara-negara berkembang. Ekonomi dengan mengacu pada pembangunan yang dikerjakan rezim kekuasaan demokratik yang korup hanya menciptakan litani kemiskinan sosial tanpa sebuah penyelesaian.
Paham masyarakat berkembang menekankan sifat peralihan suatu komunitas sosial politik dari masyarakat sederhana menuju masyarakat modern melalui proses pembangunan dengan mengikuti cara berpikir modernisasi. Termasuk di dalam proses pembangunan modernisasi politik. Tujuannya, agar masyarakat di negera berkembang mampu mencapai perkembangan sosial ekonomi yang sama dengan negara-negara maju atau seringkali dikenal dengan negara-negara kapitalis melalui proses deferensi (Suharno, Pengantar sosiologi, FEUI Jakarta)
Seharusnya, birokrasi (pemerintah) harus berdiri di barisan depan memerangi kemiskinan dan kelaparan. Apa yang disebut dengan aksi sistematis harus menjadi bagian penting dari jangkauan pelayanan birokrasi. Bila mengacu kepada pertanyaan, mengapa birokrasi? Secara sederhana dapat dikatakan masuk akal untuk berdiri atas kepercayaan ini.
Birokrasi memiliki semua prasyarat untuk menunjukkan pilihan tindakan ke arah kemajuan dan menghendaki perubahan secara menyeluruh berkaitan dengan keseluruhan politik pembangunan di Papua. Birokrasi memiliki sumber daya finansial untuk menentukan arah dan fokus terbaik pembangunan bagi masyarakat.
Sejalan dengan keyakinan ini maka usaha pembangunan tata kelola kekuasaan yang efektif dan konstruktif terhadap kemajuan sosial merupakan salah satu kebutuhan mendasar di Papua. Hal ini tidak hanya berhubungan langsung dengan basis formalisme politik dan stabilitas kekuasaan melainkan bersentuhan dengan konkretisasi keprihatinan politik negara untuk mendorong tumbuhnya lingkup kehidupan sosial yang semakin bermartabat dan berkeadilan.
Birokrasi dalam kerangka demokrasi politik membutuhkan komitmen kuat untuk menegakan akar demokrasi sebagai basis kerja dan dedikasi sosial. Sejumlah persoalan yang memprihatinkan dalam rangka aspek kehidupan politik menjadi ruang pengelolaan kemampuan dan kemauan birokrasi mencari segenap langka strategis untuk memperbaiki keadilan sosial.
Evalusi dan program kerja kinerja pemerintahan merupakan suatu keniscayaan. Birokrasi yang dilengkapi berbagai macam kekuatan dan kekuasaan, mestinya menunjukkan tanggung jawab yang lebih besar dalam membangun daerah ini. Birokrasi harusnya melampaui zona aman struktural dan kultur agar mampu mengelola kepedihan sosial dalam pilihan tindakan pembangunan yang semakin kontekstual.
Perang melawan kemiskinan di Papua membutuhkan kepemimpinan politik yang kuat, tegas dan bersih. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Provinsi Papua menjadi wilayah dengan angka kemiskinan tertinggi di Indonesia pada Maret 2019 dengan 27,53%. Angka ini meningkat 0,1% dari September 2018 yang berkisar sekitar 27,43%. Sebagai perbandingan, angka kemiskinan Nasional berada pada angka 9,47%. Angka kemiskinan di daerah perkotaan lebih tinggi dibandingkan pedesaan.
Lebih jauh, kemiskinan di perkotaan selalu mengalami kenaikan sejak September 2017. Pada Maret 2019 mengalami kenaikan sebesar 0,19% dibanding September 2018 menjadi 36,84%. Sementara itu, kemiskinan di pedesaan sempat mengalami penurunan dari September 2017 sebesar 4,55% hingga September 2018 sebesar 4,01%. Namun pada Maret 2019, kemiskinan di pedesaan kembali naik 0,25% menjadi 4,26%.
Data ini menunjukkan bahwa Papua masih berada dalam lingkaran kemiskinan. Label ini hadir sebagai sebuah datum sekaligus faktum. Artinya apa yang dikatakan dalam pernyataan BPS tidak hanya menjadi pernyataan kosong belaka, melainkan menjadi potret abstraktif tentang kenyataan kehidupan masyarakat Papua.
Kita membutuhkan kualitas kepemimpinan politik untuk melakukan dan mendorong perubahan orientasi politik pembangunan. Masyarakat memiliki banyak keterbatasan untuk mengerakan proses-proses pembangunan inisiatif dan kekuatan sendiri.
Hal ini akan menjadi tantangan spesifik bagi para pemimpin politik di daerah untuk menentukan dan menjalankan konsep politik yang menjawab persoalan turunan masyarakat papua, contohnya seperti persoalan ekologis. Kepemimpinan politik berhubungan terutama dengan keberanian mendedikasikan kekuasaan untuk kemaslahatan seluruh warga (Max Regus, Iman agama dan pergumululan sosial, Obor; Jakarta).
Sesungguhnya, sudah terkandung dua prinsip penting dalam politik kekuasaan, yaitu isi dari politik yang mengacu pada peningkatan kualitas peradaban demokrasi dan konteks politik yang mengacu pada realitas kemiskinan. Dua persoalan ini menjadi pertimbangan dasar penetapan keputusan paling mendasar untuk mengukur keberhasilan kepemimpinan politik yang demokratis.
Nyatanya bahwa tidak semua struktur politik kekuasaan, bahkan yang dibentuk oleh pemilu demokratis, mampu menghadirkan kemajuan konkret untuk rakyat. Sebaliknya dari bukti kuat betapa ketersingkiran rakyat menjadi bagian tak terlihat dari politik pembangunan. Kemiskinan adalah ungkapan paling tepat berkaitan dengan keterasingan politik terhadap semua kebijakan pembangunan yang memancar dari ruang kekuasaan (Goodland 1993).
Papua membutuhkan konstruksi kepemimpinan politik di semua lini vital pembangunan. Kepemimpinan politik niscaya termanifestasikan dalam formulasi kegesitan para pemimpin politik menanggap kecenderungan sosial terutama krisis sosial ekonomi yang menghantam langsung kehidupan publik. Kepemimpinan politik yang kuat dan bersih mewujud atau terjelma dalam menggunakan anggaran untuk memajukan kehidupan rakyat.
Oleh Sdr. Vredigando E. Namsa, OFM
Previous article
Next article
Leave Comments
Post a Comment