Ads Right Header

Hosting Unlimited Indonesia
Cloud Hosting Indonesia

Cara Menghargai dan Menghormati Kehadiran yang lain

bagaimana kita menghargai kehadiran yang lain
Bagaimana kita menghargai kehadiran orang lain

Oleh : Albertus Dino

Quote Amor - Kita mungkin pernah bertanya, kenapa kita harus menghargai yang lain, kalau yang lain tidak menghargai kita? Atau kenapa tidak ada orang yang suka dengan kita? Inilah pertanyaan yang sering kali diungkapkan orang yang tidak memunyai relasi yang baik dengan orang lain.

Pertanyaan itu diungkapkan begitu saja, tanpa mengintropeksi diri tetapi malah berusaha mencari kesalahannya kepada orang lain. Dari situ kita membuat argumen-argumen untuk membenarkan diri sendiri. Kebiasaan seperti ini cenderung dilakukan oleh manusia yang suka memainkan drama apatisme dan arogansi kepada yang lain.

Orang bertindak dan menampilkan drama, dimana alur ceritanya mengungkapkan corak relasi masif antara seseorang dengan yang lain. Hal tersebut nampak pada relasi dalam hubungan kerja misalnya dalam dunia bisnis, hiburan, perpolitikan, pendidikan, pemerintahan, wiraswasta, jurnalistik dan sebagainya.

Dalam menjalankan profesi-profesi itu, kecenderungan umum yang diungkapkan orang adalah memandang yang lain sebagai objek, dan memandang dirinya sebagai pusat segala sesuatu sehingga yang terjadi adalah mengklaim kebenaran hanya ada pada dirinya. Tindakan seperti ini akan membawa orang pada apatisme dan membuatnya menjadi amnesia pada identitas dirinya sebagai makhluk sosial.

Inilah cara berpikir yang mempengaruhi manusia pada abad modern (sekitar abad 16 sampai abad 19). Orang memandang dirinya sebagai individu yang menyendiri, tertutup dalam dirinya dan terisolir dari manusia lain.

Baca juga:
Namun di balik cara berpikir seperti itu sebenarnya ada suatu hal yang tidak disadarinya, yaitu bahwa dia hidup dengan manusia lain, dimana manusia-manusia itu memiliki martabat yang sama dan mempunyai kesempatan yang sama untuk melakukan hal yang sama, saling mengobjekkan satu sama lain.

Model relasi seperti itu masih mempengaruhi kehidupan manusia  hingga saat ini, orang saling mengobjekkan satu sama lain. Hal itu sangat kelihatan dalam kehidupan bersama di masyarakat. Orang bertindak secara sadar, menunjukkan perannya sebagai tuan yang dapat bertindak sesuka hatinya tanpa peduli pada kehidupan orang lain, entah dalam konteks hubungan pekerjaan atau dalam kehidupan sosial lainnya.

Nah, pertanyaannya adalah apakah kita masuk dalam kategori model relasi seperti itu? atau bagaimana kita membangun relasi dengan orang lain? apakah kita sudah menghargai kehadiran orang lain sebagai dirinya sendiri atau kita malah mengatur kehidupan orang lain harus sesuai dengan keinginan kita.

Disini Quote Amor akan membagikan sebuah tentang bagaimana seharusnya kita berelasi dengan orang lain, Quot Amor menggunakan pandangan Martin Buber. Dia adalah salah satu filsuf adab ke-20 yang berbicara tentang bagaimana seharusnya manusia berelasi dengan yang lain. Kemudian pandangan Martin Buber akan didialogkan dengan pendasaran biblis dari Kitab Kejadian yang menegaskan hakikat manusia sesungguhnya.

Martin Buber mempunyai keprihatinan pada perkembangan filsafat modern yang sangat menekankan egosentrisme  dalam seluruh kerangka filsafatnya. Cara berpikir egosentris ini akan membawa manusia pada relasi semu karena  ditandai relasi yang saling mengobjekan satu sama lain. Bertolak dari persoalan tersebut Martin Buber melihat kembali dan mengkritisi cara berpikir filsafat modern, khususnya dalam konteks relasi antar manusia. Bagaiamana sebenarnya manusia harus berelasi?

Bagi Martin Buber, hubungan manusia terbagi menjadi tiga bagian, yaitu pertama, relasi  I-It(aku-benda). Relasi ini terjadi antara  Aku (manusia) dengan It (benda). Relasi ini didorong oleh keinginan untuk menguasai dunia sehingga berciri hubungan tuan dan budak. Hubungan ini bersifat tidak langsung atau dimediasi oleh konsep. Atau dapat dikatakan bahwa dalam relasi ini, setiap orang memandang yang lain sebagai sarana atau alat yang digunakannya untuk mendapatkan sesuatu. Relasi ini dapat menyebabkan terjadinya penindasan oleh yang berkuasa atau yang memiliki kekuatan terhadap orang yang lemah.

Kedua, relasi I-Thou (Aku – Engkau). Hubungan ini merupakan hubungan Aku (manusia) dengan Engkau (manusia lain). Dalam relasi ini terjadi hubungan dialogis atau setara, seseorang memandang yang lain sebagai pribadi seperti dirinya, memiliki kemampuan akal budi yang sama dan saling membutuhkan satu sama lain. Karena sudah sejak awal dalam pengalaman manusia, relasi Aku-Engkau merupakan hubungan timbal balik yang sempurna, dialogis, setara, dan langsung. Oleh karena itu, relasi Aku-Engkau (manusia lain) merupakan hubungan antar subjektivitas atau antar personal.

Ketiga, Relasi Aku-Absolute Thou (Aku-Engkau Absolut). Relasi ini merupakan relasi  Aku (manusia) dengan Engkau Mutlak (Allah).  Relasi ini bertitik tolak dari relasi antar personal, relasi Aku (manusia) dengan Engkau (yang lain). di mana relasi ini tak terpisahkan dari relasi dengan Allah, Sang Pencipta. Dengan demikian hubungan Aku (Manusia) dengan Engkau (manusia lain) merupakan jalan menuju relasi dengan Engkau Mutlak (Allah).

Bentuk relasi ketiga ini merupakan suatu bentuk relasi transenden, yang membawa setiap orang pada kemampuan untuk melihat kehadiran Yang Ilahi (Allah) dalam diri setiap orang. Apabila setiap orang mampu mencapai relasi yang ketiga maka orang tersebut akan sulit melakukan tindakan kriminal terhadap sesamanya.

Hal ini sebenarnya sudah ditegaskan dalam kitab Kejadian yang mengatakan bahwa manusia itu diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kej 1:27). Penegasan tersebut mengungkapkan sisi keilahian manusia karena dalam diri manusia memiliki sisi misterinya yang tidak mampu dipahami secara sempurna oleh manusia lain. Dengan demikian manusia seharusnya memandang manusia lain sebagai pribadi yang memiliki kodrat yang sama, yaitu secitra dengan Allah.  Setiap orang harus mampu menyadari bahwa orang lain adalah pribadi Allah yang tak kelihatan sehingga dia mampu menghargai orang lain sebagai mana layaknya dia juga mengharapkan orang lain menghargai dirinya.

Sehingga kita seharusnya mampu menghargai yang lain sebagai pribadi yang unik di mana di dalam dirinya melekat sisi keilahian dan hal tersebut ada juga pada diri kita masing-masing. Sekarang kita tidak perlu mencari alasan lagi, kenapa orang tidak menghargai kita tetapi yang perlu kita lakukan adalah membangun relasi yang dialogis dengan orang lain dan terus melakukan kebaikan kepada orang lain, karena kebaikan pada dirinya adalah baik dan kebaikan, pada hakikatnya, akan selalu dibalas dengan kebaikan. Kalau kita semua punya pemahaman seperti itu dan kita lakukan dalam kehidupan kita maka hidup kita akan dipenuhi dengan kebahagiaan dan sukcaita yang melimpah

Pace e bene


Previous article
Next article

Leave Comments

Post a Comment

Ads Atas Artikel

Ads Tengah Artikel 1

Ads Tengah Artikel 2

Ads Bawah Artikel