Ads Right Header

Hosting Unlimited Indonesia
Cloud Hosting Indonesia

Kepedulian Gereja mewujudkan pesan keadilan Rerum Novarum

Ilustrasi hukum dan keadilan
Quote Amor - Ensiklik Rerum Novarum merupakan ensiklik pertama yang mempunyai perhatian pada masalah sosial. Kehadiran ensiklik ini sebagai tanggapan Gereja terhadap situasi ketertindasan yang dialami oleh kaum buruh. Mereka dieksploitasi oleh kapitalisme tanpa kontrol akibat revolusi industri, dan bangkitnya kekuatan sosialisme serta marxisme. Akibatnya kaum buruh tidak lagi dilihat sebagai pribadi manusia yang harus dihargai melainkan mereka hanya dipakai sebagai sarana pekerja bagi para pemodal. Kaum buruh menjadi terlantar dalam strukur sosial karena tidak mendapat perlindungan dari otoritas publik dan pemilik modal.

Melihat buruknya kondisi kerja dan kehidupan kaum buruh ini, beberapa tokoh dalam gereja yang tergerak hatinya untuk peduli kepada kepentingan kaum buruh dan kepedulian beberapa tokoh tersebut mendorong Paus Leo XII menulis Ensiklik Rerum Novarum. Salah satu tokoh yang sangat berpengaruh adalah wiliam Emmanuel Von Ketteler. Dia mempunyai kepedulian yang sangat besar kepada nasib kaum buruh di Jerman. Ketika dia bertugas sebagai pastor di Berlin, dia meyaksikan kerusakan dan kemiskinan yang menyebabkan kekerasan kepada kaum buruh. Ketteler mengecam segala bentuk penindasan tersebut dan dia berjuang dengan bersandar pada gagasan Thomas Aquinas untuk mempertahankan hak milik pribadi sebagai suatu hak yang bersift terbatas. Perjuangan ketteler ini kemudian menginspirasi paus Leo XIII dalam menulis Ensiklik Rerum Novarum. Bagi paus Leo XIII, Ketteler merupakan “our great predessor” dalam memperhatikan masalah sosial.

Pesan pofetis Rerum Novarum untuk membela kaum buruh dalam konteks sosialnya masih mempunyai relevan dengan kehidupan sosial saat ini. Oleh karena itu dalam tulisan ini, akan dibahas mengenai bagaimana gereja, dalam konteks Indonesia, mewujudkan pesan Rerum Novarum bagi kesejahteraan besama baik tingkat Negara maupun dalam gereja sendiri. Apakah gereja sudah menjamin kesejahteraan para pekerjanya? Pertanyaan-pertanyaan mendasar ini menjadi kajian penting dalam melihat konkretisasi pesan Rerum Novarum bagi kepedulian gereja kepada kaum buruh (pekerja).

Keadilan sosial dalam perspektif Rerum Novarum

Sebuah teori yang mendasari refleksi Rerum Novarum adalah hukum kodrat dan hak kodrat. Hukum kodrat menekankan peranan Allah dalam setiap kesadaran insani, suatu panggilan untuk melakukan yang baik, dan pengenalan akan prinsip-prinsip moral universal. Sedangkan hak kodrat merupakan objeksi dari hukum tersebut. Sebab ada sekian banyak kenyataan yang merupakan hak kodrat (melekat pada kodrat manusia): keluarga, masyarakat sipil, kekayaan, kerja, perserikatan dan sebagainya. Konsep keadilan dalam konteks pengertian hukum kodrat ini adalah persaudaraan antara yang kaya dan miskin untuk melawan kemiskinan (melawan gagasan dialektis Marxis); kesejahteraan umum; hak-hak negara untuk campur tangan (melawan gagasan komunisme); soal pemogokan; hak membentuk serikat kerja; dan tugas Gereja dalam membangun keadilan sosial.

Oleh karena itu, Rerum Novarum menjabarkan beberapa prinsip untuk mewujudkan keadilan sosial itu. prinsip-prinsip itu adalah bahwa manusia itu diciptakan serta diselamatkan Allah. manusia itu diberikan potensi atau bakat yang berbeda-beda tetapi semuanya mempunyai martabat yang sama (RN no. 26). Karena itu setiap manusia mempunyai tanggung jawab untuk peduli kepada yang lain. Semua orang harus berpartisipasi mewujudkan kesejahteraan umum yang merupakan tujuan akhir  dari setiap masyarakat (RN no.71) dan setiap orang yang memiliki kebajikan akan menikmati kebahagiaan abadi (RN no.37;42). Kekayaan negara berasal dari kaum buruh (no.51) Semua mempunyai hak atas milik pribadi; milik pribadi harus menjamin kesejahteraan umum (No.2,9,10,15,23,36,55). Orang berhak atas hasil kerjanya snediri tetapi harus memanfaatkannya demi kebaikan semua (no.14) Kekayaan dapat menjadi halangan bagi hidup kekal (no. 35) Kepemilikan yang benar berbeda dengan pemanfaatan harta secara benar (35). Milik pribadi yang berasal dari kerja keras merupakan hak yang berasal dari kodrat (4-5).

Dengan prinsip-prinsip ini, Rerum Novarum juga mengatur hubungan antara pemilik modal dan para pekerja (no.13) dengan menempatkan hak-hak dan kewajiban masing-masing. Kedua-duanya harus bisa melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya masing-masing dan memberikan kepada setiap orang apa yang adil. Ini merupakan hukum keadilan yang membutuhkan kerjasama antara keduanya dank arena itu, pemilik modal dan pekerja dapat bersatu dalam persaudaraan dan cinta kasih ( RN no.21)

Kipra Gereja Indenesia mewujudkan pesan keadilan Rerum Novarum

Banyak masalah sosial yang terjadi di Indoesia. Misalnya kemiskinan, upah buruh di bawah Upah Minimum Regional (UMR), urbanisasi yang berpusat di Jakarta, dan para koruptor yang menciptakan ketimpangan  bsgi kesejahteraan bersama dan sebagainya. Dalam situasi seperti itu sangat dibutuhkan peran gereja (tentu harus bekerja sama dengan Negara, pemilik modal) untuk memperjuangkan hak-hak kaum tertindas. Gereja harus berbicara mengenai masalah-masalah sosial, sebab persoalan sosial mempengaruhi agama dan moralitas. Untuk itu dengan menggunakan prinsip-prinsip Injil, Gereja dapat membantu memperdamaikan dan mempersatukan kelas-kelas sosial. Tidaklah benar menerima dengan gampang bahwa suatu kelas masyarakat yang tak terdamaikan, dan perpecahan antara kaya dan miskin bukanlah kodrat. Dengan demikian Gereja dapat mengusahakan pendidikan untuk bertindak.

Dalam konteks Indonesia, Gereja sudah berusaha mengambil peran untuk terlibat dalam perjuangan kaum miskin dengan membentuk komisi atau lembaga-lembaga, misalnya Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi, komisi Justice and Peace, ada komunitas pendamping buruh, pendamping buruh migran, perlindungan anak dan sebagainya yang ada di setiap keuskupan. Selain itu pada tahun 1997 KWI membuat surat gembala Prapaskah yang menyoroti masalah aktual saat itu yaitu soal penguasa yang tidak adil. Akibatnya penguasa saat itu mulai bereaksi pada Gereja dengan alasan bahwa para imam tidak boleh berpolitik praktis. Pada tahun 2003 sekali lagi KWI mengkritisi situasi negeri ini dengan mengeluarkan Nota Pastoral[5]yang menyoroti hancurnya moralitas bangsa  sehingga berakibat ketidakadilan dalam bidang politik, ekonomi dan budaya.

Selain gereja mengeluarkan dokumen-dokumen, ada juga tokoh gereja yang bersama kaum buruh menuntut kepedulian pemerintah terhadap nasib kaum buruh. Misalnya pada tahun 2009, Ketua biro pelayanan buruh keuskupan Agung Jakarta (BPB KAJ), Lukas Gatot Widyanata bersama sekitar 10.000 buruh melakukan aksi unjukrasa di Istana Negara, meminta pemerintah supaya membantu mereka dan buruh lainnya sehingga tetap bertahan di tengah-tengah krisis global. Saat itu, ribuan warga Indonesia kehilangan pekerjaan karena kegiatan ekspor terhenti. Bahkan, buruh yang masih bekerja juga menghadapi perjuangan berat karena upah yang diterima sekitar 800 ribu hingga 1,2 juta rupiah per bulan. Jumlah itu tidak memungkinkan bagi seorang buruh yang sudah berkeluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Menggapi situasi tersebut, BPB KAJ memberi pelatihan keterampilan dan advokasi kepada para buruh yang PHK dari tempat kerjanya. Namun, biro itu harus meningkatkan usaha bantuannya itu karena krisis finansial semakin memburuk.

Tindakan-tindak gereja ini menunjukkan bahwa gereja selalu berpihak kepada orang kecil dan sederhana tetapi geraka-gerak itu perlu diakui memang belum mempengaruhi kebijakan Negara. Walaupun demikian gereja selalu progresif menanggap situasi sosial dengan mengeluarkan dokumen-dokumen dan melakukan pendampingan untuk meneruskan pesan profetisnya bagi perjuangan kesejahateraan bersama. Di samping itu perlu disadari juga bahwa dalam konteks Indonesia sebagai sebuah Negara yang mayoritas Islam dan Gereja katolik hanyalah minoritas yang pengaruhnya sangat kecil bagi tatanan kehidupan sosial. Karena itu gereja cederung hanya bergerak dalam lingkup yang sederhana yaitu gereja sendiri. Hal ini bukan berarti Gereja diam saat ada kemiskinan dan penindasan, tetapi gereja kadang kurang mendapat respon yang baik dari Negara.

Di samping perjuangan gereja bagi kaum buruh yang bekerja di perusahan pemeintah atau swasta. Gereja masih menyisakan satu persoalan memberikan upah yang adil bagi para pekerja yang bekerja di lembaga gereja, misalnya di paroki, sekolah-sekolah katolik dan sebagainya. Gereja belum bisa memberi upah jauh lebih layak dibanding dengan undang-undang. masih banyak karyawan Gereja yang menerima upah di bawah ketentuan undang-undang yang berlaku atau upah minimum regional (UMR). Misalnya Mbak Maria Goreti yang bekerja di salah satu biara. Dia mendapa upah yang sangat kecil dan upah itu tidak memenuhi kebutuhan keluarganya. Ini merupakan salah satu contoh kesenjangan yang terjadi dalam gereja di aman tidaka ada konsistensi dalam mewujudkan kepedulian dan keprihatianan ensiklik Rerum Novarum. Dengan demikian dapat katakana bahwa gereja belum sungguh-sungguh merespon Rerum Novarum untuk peduli kepada kesejahateraan kaum buruh.

Kesimpulan

Rerum Novarum merupakan sebuah dokumen Ajaran Sosial Gereja yang membuka diskusi masalah sosal dalam gereja. Rerum Novarum mengajak semua anggota gereja untuk berpartisipasi menciptakan kesejahteraan bersama. Pusat perhatian Ensiklik ini adalah kepedulian kepada kaum buruh yang tidak mendapat tempat dalam strukutur sosial karena kaum buruh dieksploitasi oleh pemilik modal hanya sebagai saranan kerja. Karena itu Rerum Novarum mengajukan konsep keadilan dalam konteks pengertian hukum kodrat yaitu persaudaraan antara yang kaya dan miskin untuk melawan kemiskinan (melawan gagasan dialektis Marxis); kesejahteraan umum; hak-hak negara untuk campur tangan (melawan gagasan komunisme); soal pemogokan; hak membentuk serikat kerja; dan tugas Gereja dalam membangun keadilan sosial.

Manusia memiliki martabat yang sama merupakan dasar dari berapa prinsip keadilan dalam mengatur hubungan pemilik modal dan kaum buruh. Dengan prinsip-prinsip ini, Rerum Novarum juga menjamin antara keduanya untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya masing-masing melalui sikap memberikan kepada setiap orang apa yang adil. Ini merupakan hukum keadilan yang membutuhkan kerjasama antara keduanya dan karena itu, pemilik modal dan pekerja dapat bersatu dalam persaudaraan dan cinta kasih. Namun peran gereja dan Negara menajdi penting  untuk mendamping hubungan timbal balik pemilik modal dan kaum buruh sehingga kesejahteran bersama itu bisa di rasakan oleh semua orang.

Oleh Albertus Dino

Daftar pustaka

Hardiwardoyo, Al. Purwa. Ajaran Sosial Gereja: seri pastoral No. 108. Yogyakarta: Pusat Pastoral Yogyakarta, 1984.

Nota Pastoral Sidang Konferensi Waligereja Indonesia 3-13 November 2003.
Previous article
Next article

Leave Comments

Post a Comment

Ads Atas Artikel

Ads Tengah Artikel 1

Ads Tengah Artikel 2

Ads Bawah Artikel