Ads Right Header

Hosting Unlimited Indonesia
Cloud Hosting Indonesia

Di Persimpangan Jalan itu (Cerpen)

Di persimpangan Jalan itu

Oleh : Albertus Dino
Quote Amor - Tak biasanya saudara Sergius duduk seorang diri. Dia adalah sosok yang selalu menjadi penghibur, kini tingkahnya berubah dan semangatnya hilang. Gusti sebagai sahabat sejati merasa iba dengan tingkah laku sahabatnya. Ia beranjak dari kebersamaan dengan para saudara yang lagi asyik bercerita dan segera mencari Sergius. 

Gusti melihatnya di pojok Biara. Ia termenung seorang diri di bawah pohon sukun yang tinggi dan berimbun. Ia menyandarkan tubuhnya yang kaku pada pohon sukun itu. Tatapannya kosong dan keningnya berkerut seakan ingin mengadu dan mencurahkan isi hatinya pada pohon sukun itu. Entahlah, Gusti tak tahu isi hatinya saat itu. Matanya menerawang ke atas, menatap daun-daun yang lagi asyik menari mengikuti irama hembusan angin siang itu.
“Kenapa Sergius sampai berubah seperti ini, tidak biasanya ia menyendiri”, keluh Gusti dalam hati. “Dia cukup dewasa dari para saudara yang lain. Atau.., mungkin ia  masih memikirkan masalah di lapangan kemarin, tapi ah..., tidak mungkin, dia bukan pendendam”, Gusti mulai menduga-duga dan menghampirinya.
“Saudara, bisakah aku menemanimu”? kata Gusti sedikit canggu.
Sergius tersentak menoleh dan menatapnya sembari semburat senyum yang kaku dengan tatapan kesedihan yang mendalam di raut wajahnya. Dengan segera Gusti duduk di sampingnya dan ia segera memperbaiki posisi duduknya yang dari tadi menatap tanpa arah. 

Beberapa menit mereka hanya duduk membisu ditemani angin yang bersiul-siul seakan menyuruh mereka menari dan bersenang-senang bersama daun-daun sukun yang sedang menikmati hembusan angin siang itu.
“Saudara, bolehkah kita berbagi kisah”? kata Gusti coba memecah keheningan itu. Sergius tak sedikit pun menjawab. Ia tak simpatik dengan kata-kata itu. Ia masih terlarut dalam pikiran. Membisu tapi hatinya meronta-ronta tak tahu berlabu kemana.
Gusti semakin tak sabar dengan sikap saudaranya. Ia ingin tahu segera apa yang sedang dipikulnya. “Saudara, aku ini saudaramu yang sudah lama bersamamu di tempat ini, bahkan kita sudah bersama sejak SMP, kenapa kamu tidak percaya lagi dengan aku?"

"Kamu juga tahu, selama ini aku selalu curhat bersamamu, Kenapa saat ini, kamu sampai berubah seperti ini? Atau, mungkin kamu masih memikirkan masalah kemarin hingga kamu tidak mau bicara lagi dengan aku?” kata Gusti memancing. “Kamu adalah saudara seperjuanganku, aku tak tegah melihatmu seperti ini. Jika memang, karena masalah itu, aku minta maaf”, lanjut Gusti.

Baca juga: 
Raut wajahnya berubah seketika itu juga seakan baru sadar kehadiran Gusti di sampingnya. Ia kaget seperti terbangun dari tidurnya yang panjang. Ia coba memberi senyum pada temannya itu tapi terpaksa.
“Ya saudara.., kamu salah, tapi..”, ia berhenti sejenak menahan kepedihan itu. “hidup memang seperti ini, sulit dipahami karna jalannya semakin sulit, pikiran pun semakin banyak, berat tuk menentukannya”, keluh Sergius dengan nafas yang panjang.
“Maksudmu..???” kata Gusti penasaran.
“Ya.., itulah hidup, baru aku mengerti apa yang orang katakan selama ini”, lanjut Sergius. 

“Saat ini, baru aku tahu apa yang dinamakan tantangan, rasanya seperti deruh gelombang di tengah samudra luas yang mengombang-ambing “perahu  impianku” yang sedang berlayar menuju tempat yang aku cita-citakan sejak kecil, mm..”, lagi-lagi terdengar hembusan napas panjangnya menahan pedih di hatinya. 

“Aku jadi malu menceritakan hal ini kepadamu, karena selama ini aku menasihatimu dengan kata-kata yang indah dari buku yang pernah aku baca, tapi semua itu tak bermakna saat aku sendiri mengalaminya”, mata Sergius berkaca-kaca berusaha menahan derasnya air mata yang mengalir dari kepedihan itu.
“Aku mengerti perasaanmu”, kata Gusti penuh empati. “Tapi bersyukurlah, kamu bisa merasakan pengalaman berharga seperti itu.”
“Pengalaman berharga...!! maksudmu..?”, Sergius langsung memotong pembicaraan Gusti.
“Ya.., maaaa..., maksud aku….”, Gusti dengan tergopo-gopo mengucapnya, “melalui pengalaman itu, kamu bisa menghadapi hari esok yang semakin kompleks."

"Setiap pengalaman itu selalu punya makna yang membawa kita kepada kekuatan, tuk berani melangkah terus. Pengalaman itu juga adalah kasih dan cinta Tuhan yang membuat kamu memahami arti jalan ini sehingga kamu tidak tergopo-gopo melangkahnya”, Gusti coba menjelaskan maksudnya. 

“Mungkin perasaamu saat ini seperti itu tapi perlu kamu tahu, itu adalah bagian dari rencana Tuhan yang membawa kamu ke tempat yang akan Ia berikan kepadamu, seperti itulah hidup, penuh misterius, kadang menyenangkan tapi juga kadang menyulitkan”.
“Tidak saudara, saat ini aku tidak melihat hal itu. Terlalu berat“, keluh Sergius. „atau.., mungkin hal ini juga cara Tuhan agar aku cepat mengambil keputusan“, kata Sergius menyalahkan Tuhan.
Kamu keliru saudara. Tuhan itu adil dan Maha Tahu. Ia lebih mengenal kamu dari pada kamu sendiri. Kamu pasti ragu dengan pilihanmu sehingga kamu selalu mempertanyakan kebaikan Tuhan”.
“Tidak saudara, bebannya semakin berat”. Sergius tak mampu meneruskan kata-katanya, butiran air tergelembung di kelopak matanya yang semakin meredup karena kepedihan itu.
“Saudara, hatiku gelisah, kengerian telah menimpa aku”, lanjutnya tertati-tati. “ya, sekiranya aku mempunyai sayap seperti merpati, akanku terbang dan mencari tempat yang tenang”, seduhnya menahan tangis. Gusti langsung tertegun dengan kata-katanya.
“Apa yang sebenarnya terganjal dalam hatimu, saudara?”, tanya Gusti.
“ya..., saatnya aku mengambil keputusan”, tuturnya lembut. “aku sudah tak mampu memikul beban ini, tenagaku sudah habis, aku lebih baik sampai di sini saja," keluh Sergius.
Maksudnya?? kamu mau mengundurkan diri?”, tanya Gusti.
“Ya saudara, aku sadar, ini mungkin bukan jalanku karna sampai pada saat ini aku juga belum menemukan kebahagiaan. Sekarang di persimpangan ini, aku ingin mengambil jalan lain, jalan yang membawa aku kepada kebahagiaan”.
“Tidak saudara, sebenarnya Tuhan sudah memanggilmu”, kata Gusti.
“Tidak, aku tidak menemukan itu”, Sergius tetap pada pikirannya, “dan untuk kamu saudaraku, jangan melihat aku. Jalanlah terus jika itu yang membuatmu bahagia”, lanjut Sergius.
“Kenapa kamu sampai putusasa seperti ini! Coba kamu pikir, kenapa kamu sampai di tempat ini?? Ayolah saudaraku.., jangan terlalu cepat mengambil keputusan?” protes Gusti.
“Ia.., semuanya telah aku renungkan, ini mungkin saat yang tepat, karna dalam kepedihan ini aku dapat menemukannya”, tutur Sergius dengan yakin.
“Aduhhhh saudaraku.., jangan terburu-buru, bawalah semua itu dalam doamu. Aku yakin Tuhan hanya mencoba ketegaran hatimu”, lanjut Gusti yang tak tegah kehilangan saudaranya yang terbaik.
“Tidak saudaraku...! Lebih baik aku putuskan sekarang, aku tidak mau buang-buang waktu. Kamu tak perlu ragu saudaraku, aku tak akan melupakanmu, namamu akan selalu kukenang dan selalu kuceritakan kepada keluargaku dan anak-anakku nanti”, kata Sergius.
Gusti merasa seperti petir di siang bolong, mendengar keputusaan saudaranya yang tak pernah ia duga. “Tapi saudara, aku minta, kamu renung sekali lagi keputusan ini”, kata Gusti sedikit kecewa. 

"Karena di setiap jalan yang kita lalui, pasti selalu punya tantangannya, dan satu lagi saudaraku, hidup ini tak bisa dipahami hanya dengan pikiran, jika demikian kita akan tersesat, di jalan manapun kita lewat. Semua yang kita alami tak lepas dari Tuhan. Dia memberi cobaan tak melampaui kemampuan kita”, Gusti tetap berusaha mengubah keputusan Sergius.
“Ya.., saat ini memang berat bagimu, tapi yakinlah Dia Yang Empunya kehidupan tak pernah meninggalkan kita sendirian di jalan ini, asalkan kita bersandar pada-Nya. Karena di jalan itu juga, jalan yang kamu putuskan sekarang akan mendapat hal yang sama”.
“Terima kasih saudaraku karena kamu sudah menghibur aku, tapi....,!! Sergius tak bisa lagi berkata-kata, hanya air mata yang tak terbendung membasahi seluruh pipinya.

######
Dalam kesunyian aku teringat sahabatku beberapa tahun yang lalu. Ia meninggalkan hidup membiara demi kebahagiaannya. Sejak saat itu, aku tak mendengar lagi tentang dia. Entahlah, aku tak tahu di mana dia sekarang”, kata Gusti mengakhiri sharingnya kepadaku. 

Namun aku menimba inspirasi dari pengalaman itu untuk terus mencari dan mencari makna dari sebuah perjumpaan dan perpisahan. Karena perjumpaan selalu bergerak menuju perpisahan. 

Ketika kita mengawali sebuah perjumpaan maka kita pun harus siap akan sebuah perpisahan. Ya.... kodrat sebuah perjumpaan akan selalu berakhir dengan sebuah perpisahan. Perjumpaan itu mengantarku pada pemaknaan dari perpisahan di persimpangan di jalan itu.(AD)
Ceritanya akan dilanjutkan di lain kesempatan.
Previous article
Next article

Leave Comments

Post a Comment

Ads Atas Artikel

Ads Tengah Artikel 1

Ads Tengah Artikel 2

Ads Bawah Artikel