Cerpen
Sastra
Telaga Biru Penuh Kenangan
Friday, May 8, 2020
0
Telaga Biru Penuh Kenangan (foto pribadi) |
Quote Amor - Kumpulan air yang kelihatan berwarna biru terpampang di hadapan wajahku, itu semacam telaga yang lumayan dalam, tempat aku dan teman - temanku belajar berenang dan bermain di kala cuaca panas. Di tempat itulah kami sering membantu nelayan menarik pukatnya, dan mengumpulkan ikan-ikan hasil tangkapan mereka ke darat, dan sekarang tempat itu sudah disulap menjadi danau buatan yang indah dan tertata rapi serta tampak lebih modern.
Di sepanjang sisi keliling danau ditanami bunga - bunga yang berwarna - warni. Sungguh memanjakan indra penglihatan, ditambah dengan panorama lembayung senja. Selain itu juga aku dapat menyaksikan pohon - pohon berdiri tegak dengan dedaunan yang rindang. Nampak pula bangunan - bangunan kokoh dan bangunan gereja Katolik Santo Albertus Agung nan megah yang menambah keindahan dan keanggunan telaga biru tersebut.
Sambil menikmati panorama telaga biru, dan indahnya lembayung senja, aku teringat suatu kejadian di mana telaga biru itu masih berupa sungai kecil dan berbatu-batu, aku melihat seorang gadis yang cantik dan manis. Rambutnya yang pirang terurai panjang dan bermata sayu. Gadis ini ditemani seorang lelaki paruh baya, bertubuh kekar dan berkulit sawo matang di tepi danau tersebut. Tampaknya lelaki itu adalah ayah dari gadis manis itu.
Lelaki itu asyik dengan mata kailnya yang dilemparkan berulang-ulang ke tengah sungai, sedangkan si gadis imut mungil berambut pirang dan bermata sayu sedang asyik bermain di atas air. Gadis itu tidak sadar akan gelombang ombak yang datang tiba-tiba menyeret tubuh mungilnya ke tengah sungai. Ia timbul tenggelam dalam gulungan ombak dan gelombang. Beruntung, sang ayah dengan bertubuhnya yang kekar dengan segera melihat anaknya yang sudah kelelapan dengan air. Tidak menunggu lama, sang ayah lari dan berenang ke arah si anak lalu menarik dan menggendongnya ke tepi sungai.
Gadis itu segera memeluk leher ayahnya sambil menangis dan menggigit bibirnya. Rupanya gadis cilik itu shok dan takut pada gelombang ombak yang menghempas dirinya. Sesampainya di tepi sungai, sang Ayah segera mengambil jaket kulit berwarna coklat yang disimpannya di atas batu di pinggir danau tersebut, lalu mengenakan pada si anak. Ayahnya berusaha menenangkan gadis cilik itu agar jangan menangis lagi. Lalu mereka segera pulang ke rumah yang jaraknya tidak terlalu jauh dari sungai kecil tersebut. Sepanjang perjalanan pulang, anak itu memegang erat tangan sang ayah, seakan takut untuk melepaskannya, ia masih gemetaran dan terus menangis.
“Nak,…besok masih mau main ke sungai itu lagi ya?” Tanya sang ayah di perempatan menuju rumahnya. Sang gadis mungil itu hanya diam. Ia terus saja terisak dan sesekali mengusap mata sayupnya yang penuh dengan kristal-kristal bening.
Dalam hati kecilnya ia berguman, “ehmmmmm, aku harus tekun dan lebih serius lagi belajar berenang agar aku tidak tenggelam lagi seperti tadi. Aku tidak boleh cengeng dan manja, aku harus bisa seperti ayahku yang jago berenang dan menyelam.” Lalu, Ia melirik ayahnya dan tersenyum, sang ayah pun ikut tersenyum dan memahami bahasa tubuh anaknya.
“Tuhan, terima kasih atas perlindungan-Mu kepada anak kami yang masih Engkau memberikan kesempatan untuk kami jaga dan rawat serta mendidiknya hingga ia dewasa dan menjadi gadis cantik yang cerdas dan bijaksana,” doa sang ayah.
Aku tersadar oleh bunyi klakson mobil di belakangku, aku menoleh ke belakang dan kulihat ada beberapa kendaraan yang sedang menunggu antrian untuk melewati jalan di pinggiran telaga biru yang memang tidak terlalu lebar. Rupanya lamunanku tadi telah menyebabkan kemacetan di sepanjang jalan telaga biru yang indah itu. Lalu dengan segera aku hidupkan mesin motor Scoopy pink kesayanganku dan melaju pulang ke rumah. Sungguh telaga biru itu merupakan kenangan masa kecilku yang tak terlupakan.
Oleh : Veronika Nanda
Previous article
Next article
Leave Comments
Post a Comment