Humaniora
Obral Ide
Teologi
Sejarah Kehadiran Fransiskan (OFM) di Tanah Papua
Friday, May 29, 2020
0
Gambaran Singkat Ekspedisi di Papua
Kapten Willem Janszoon adalah orang Eropa pertama, yang pada tahun 1606 mengunjungi Papua. Ia sendiri menamakan pulau besar ini dengan sebutan: Nieuw Guinea. Ia memberikan nama tersebut karena orang Papua dan penduduk yang ada di Papua, mengingatkannya akan pantai Guinea di Afrika Barat Daya. Rupanya alasan kemiripan penduduk setempat di Papua dan di pantai Guinea Afrika Barat Daya, membuat Kapten Willem Janszoon menamakan Papua dengan sebutan: Nieuw Guinea.
Sejak pertengahan abad ke-17 kadang-kadang ada kapal-kapal lain yang diutus oleh penguasa di Batavia (Jakarta) untuk mengadakan penelitian di Papua. Selain itu ada beberapa orang Eropa yang tinggal di Ternate dan Ambon yang melakukan perjalanan ke Papua, namun semua ini tidak mendapatkan hasil yang memuaskan.
Sejak pertengahan abad ke-17 kadang-kadang ada kapal-kapal lain yang diutus oleh penguasa di Batavia (Jakarta) untuk mengadakan penelitian di Papua. Selain itu ada beberapa orang Eropa yang tinggal di Ternate dan Ambon yang melakukan perjalanan ke Papua, namun semua ini tidak mendapatkan hasil yang memuaskan.
Pada tahun 1826, penguasa tertinggi India Belanda mengirim Kapal Dourga untuk meneliti alam, keadaan penduduk dan kemungkinan berniaga. Tahun yang sama bertolak dua kapal kecil dari Ambon, dua kapal kecil bernama: kapal Triton dan Iris, mereka berangkat bersama dengan sejumlah perwira, prajurit, pegawai sipil dan ahli-ahli ilmu alam guna membangun sebuah benteng di suatu teluk indah di sebelah utara pantai Pulau Aiduna (bdk. R. Kuris, SJ, “Sang Jago Tuhan”, Yogyakarta: Kanisius, 2001, hal. 163).
Baru pada tahun 1884, pemerintah Batavia mencoba melakukan suatu perjalan ke dalam pedalaman Papua dan mencoba membuat peta-peta tentang Papua. Delapan tahun kemudian seorang Posthouder bersama 10 prajurit ditempatkan di Salezeki, yang letaknya di sebelah barat Kampung Merauke. Namun mereka tinggal hanya sebentar, kemudian mereka ditarik kembali, karena sikap permusuhan dari rakyat setempat di sekitarnya, membuat suasana di tempat ini sangat mencekam. Sementara itu juga, telah diadakan perjalan-perjalan orientasi menyusuri pantai-pantai Papua bagian Barat (R. Kuris, SJ, “Sang Jago Tuhan” Red, hal. 164).
Sekilas kehadiram misi awal Katolik di Papua
Kehadiran Misi Katolik di Papua dalam tulisan ini mengacu pada Pater Le Cocq d’Armandville, SJ. Waktu Pater Le Cocq d’Armandville, SJ masih berada di Pulau Geser, ia sudah mendengar tentang Pulau Papua. Ia mendengar cerita-cerita itu melalui informasi dari pemerintah Belanda saat itu dan juga dari warga setempat yang ada di Geser. Pater Le Cocq d’Armandville, SJ seorang misionaris yang tangguh dan pemberani. Mungkin bisa dikatakan ia mempunyai kemiripan dengan Rasul Paulus sebagai rasul bangsa-bangsa.
Pater Le Cocq d’Armandville, SJ, akhirnya memutuskan untuk melaksanakan misi ke Tanah Papua. Ia berangkat menggunakan kapal laut dari Geser. Pada tanggal 28 Mei 1894 Pater Le Cocq d’Armandville, SJ menginjakan kaki untuk pertama kali di Tanah Papua, tepatnya di kampung Sekeru (Fak-Fak). Setelah sampai di Papua, ia mulai berkontak dengan penduduk setempat. Ternyata Sekeru tidak dapat disebut sebagai kampung (saat itu). Gubuk-gubuk warga berdiri agak jauh satu dengan yang lain.
Pater Le Cocq d’Armandville, SJ, mulai mendaki pegunungan dengan tujuan mencari warga yang tinggal di daerah itu. Pada umumnya daerah itu tidak terlalu terjelal untuk didaki, sudah ada jalan-jalan yang dibuat oleh warga setempat. Perjalanannya ke daerah pegunungan Fak-Fak tidak membuahkan hasil yang baik, ia sendiri jarang bertemu dengan warga setempat. Akhirnya pada malam hari, ia memutuskan untuk kembali ke wilayah pantai.
Di situlah ia bertemu dengan beberapa orang yang sedang duduk bercerita, ia sendiri mulai menggabungkan diri dengan mereka, lalu ia mulai berbicara tentang Tuhan dan karya keselamatan-Nya. Baru satu hari di Papua, tepatnya di Sekeru, Pater Le Cocq d’Armandville, SJ, sudah membaptis 8 anak, disusul 65 lagi selama 9 hari berikutnya (R. Kuris, SJ, “Sang Jago Tuhan” Red, hal. 170). Selain kampung Sekeru, Pater Le Cocq d’Armandville, SJ juga berkarya dan tinggal di Bomfia.
Dikishkan bahwa Pater Le Cocq d’Armandville, SJ meninggal tengelam diterpa ombak besar di Pantai Mimika pada 17 Mei 1896. Pada waktu cuaca di daerah pantai Mimika tidak bersahabat, namun Pater tetap memaksa diri untuk pergi ke pantai untuk bertemu warga. Tujuannya ke pantai untuk membayar utangnya kepada warga dan menjemput anak-anak yang akan dibawa ke Kapaur untuk sekolah. Namun di saat seperti ini, situasi berkata lain.
Kehadiran Fransiskan di Papua
Cerita mengenai misi para Fransiskan di daerah yang waktu itu bernama Nederlands Nieuw Guinea, dimulai dengan adanya sepucuk surat pendek yang ditulis oleh Provinsial Misionaris Hati Kudus, Pater Nico Verhoeven, MSC, pada tanggal 23 November 1935 kepada Pater Paulus Stein, OFM, Kustos dari Fransiskan Belanda.
Isi surat itu kurang lebih berbunyi: Mgr. Aerts, MSC, Vikaris Apostolik dari Nederlands Nieuw Guinea, mengusulkan kepada kami supaya mencari sebuah Ordo atau Kongregasi yang bersedia mengambil ahli sebagian dari Vikariat yang sangat luas dan sebagiannya belum digarap (bdk. Jan Slot, “Fransiskan Masuk Papua Jilid I”, Jayapura: Kustodi Fransiskus Duta Damai Papua, 2012, hal. 3).
Secara jujur dapat dikatakan bahwa Fransiskan (OFM) tidaklah begitu kenal dengan daerah yang ditawarkan itu, tetapi itupun tidak aneh. Perlu diakui bahwa usaha-usaha pembicaraan antara pihak MSC dan OFM di Belanda tidak membawa hasil yang memuaskan. Masalah yang cukup berat ialah masalah keuangan Ordo, pada waktu itu situasi Belanda cukup mempengaruhi pendapatan Ordo dalam hal keuangan. Selain itu, Fransiskan Belanda juga mempunyai daerah misi di tempat lain. Tempat-tempat itu antara lain Cina, Brasilia dan Norwegia. Tempat misi ini membutuhkan biaya hidup yang cukup tinggi. Apalagi ditambah dengan daerah misi baru yakni Nederlands Nieuw Guinea.
Dengan perbicangan yang begitu lama, baik antara pihak OFM Belanda, pihak MSC Belanda dan Propaganda Fidei (Roma). Akhirnya pada tanggal 28 September 1936, Prefek Propaganda Fidei menyerahkan misi baru ini kepada Fransiskan dan atas kesepakan bersama antara MSC dan OFM yang kemudian hari menjadi misi yang mandiri dari Fransiskan.
Dua hal penting yang masih harus dilakukan, yaitu harus diadakan kesepakan antara Vikaris Apostolik Nederlands Nieuw Guinea dan Provinsi Ordo Fratrum Minorum (OFM) Belanda. Selain itu masih harus diselanggarakan pengutusan dan perpisahan secara gerejani. Kesepakan itu ditandatangani pada 22 Desember 1936 di Tilburg oleh Minister Provinsial Belanda, Pater Honoratus Caminada, OFM dan Superior Provinsi MSC Belanda Pater Nico Verhoeven, MSC. Yang terakhir ini, menandatangani kesepakatan tersebut atas nama Vikaris Apostolik Nederlands Nieuw Guinea Mgr. Aerts, MSC. Di dalamnya dijelaskan pertama-tama tentang daerah misi yang akan diberikan kepada Fransiskan (bdk. Jan Slot, “Fransiskan Masuk Papua Jilid I”, Red, hal. 12-13.
Perpisahan secara gerejawi para misionaris pertama pada tanggal 29 Desember 1936 di gereja Hartenbrug Leiden. Peristiwa ini merupakan sebuah peristiwa bersejarah dalam pembukaan misi baru di Papua. Perayaan ini dilakukan secara meriah dan disiarkan oleh salah satu radio di Belanda (KRO). Hampir seluruh anggota OFM Belanda hadir dalam peristiwa ini. Di saat yang sama Pater Provinsial menyerahkan salib misi kepada saudara-saudara yang akan menjadi misionaris di Papua. Setalah perayaan Ekaristi itu selesai, perpisahan pun terjadi, kerena keenam misionaris Papua itu langsung berangkat ke Genua dengan kereta api. Sesampai di Genua mereka akan menggunakan Kapal laut menuju Papua.
Keenam Misionaris OFM dari Belanda yang ditugaskan di tanah Misi Nieuw - Guinea (sekarang dikenal dengan "Papua"). Mereka berangkat dari Belanda pada tanggal 29 Desember 1936. Para saudara ini terdiri dari lima orang pastor dan satu orang Bruder. Pada tanggal 29 Januari 1937, keenam Misionaris ini tiba di Batavia (sekarang Jakarta) Jawa. Perkenalan mereka dengan dunia Hindia - Belanda sangat menakjubkan mereka.
Tulis Sdr. Van Egmon : "semuanya menakjubkan, kota, alam, cara hidup orang-orang setempat, sebagaimana saudara-saudara bertingkah laku, singkatnya semuanya itu bagi kami merupakan dunia baru. Waktu di Belanda, sesungguhnya kami tidak mengetahui sedikit pun tentang dunia dengan iklim tropis"
Sebelum ke Papua, perjalanan mereka melalui Makassar dan Ambon, dengan tujuan Tual-Langgur di Kei Kecil (tempat ini adalah pusat Misi Katolik untuk Nieuw Guinea dan Pusat "Missionarii Sacratissimi Cordis" dikenal dengan MSC). Mereka diterima sangat hangat dan ramah di Tual-Langgur. Dari Tual mereka menyebar. Sdr. Van Egmond dan Sdr. Vugts pergi ke Ternate (Maluku Utara), yang pada awalnya Ternate menjadi pusat misi yang baru bagi OFM. Sdr. Moors dan Sdr. Vendrig ditentukan ke Manokwari (Papua Barat). Sedangkan Sdr. Louter dan Sdr. Tettero berangkat ke Kaimana (Papua Barat). Maka pada tanggal 18 Maret 1937, mereka untuk pertama kalinya menginjakan kaki di Nieuw Guinea. Dari Kaimana (Papua Barat), Sdr. Louter dan Sdr. Tettero ke Fak-Fak (Papua Barat), tepatnya di desa Gewirpe.
Sdr. Vredigando Engelberto Namsa, OFM
Biarawan Fransiskan Provinsi Fransiskus Duta Damai Papua, tinggal di biara Assisi Waena
Previous article
Next article
Leave Comments
Post a Comment