Humaniora
Refleksi
Teologi
Dilema di hadapan Penginjil Lukas : Apa yang harus diperbuat?
Sunday, April 19, 2020
0
Sdr. Vredigando Engelberto Namsa, OFM |
Quote Amor - "Orang banyak bertanya kepadanya: "Jika demikian, apakah yang harus kami perbuat?"Jawabnya: "Barangsiapa mempunyai dua helai baju, hendaklah ia membaginya dengan yang tidak punya, dan barangsiapa mempunyai makanan, hendaklah ia berbuat juga demikian." Ada datang juga pemungut-pemungut cukai untuk dibaptis dan mereka bertanya kepadanya: "Guru, apakah yang harus kami perbuat?" Jawabnya: "Jangan menagih lebih banyak dari pada yang telah ditentukan bagimu." Dan prajurit-prajurit bertanya juga kepadanya: "Dan kami, apakah yang harus kami perbuat?" Jawab Yohanes kepada mereka: "Jangan merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu." (Lukas 3:10-14).
Injil Lukas merupakan bagian pertama dari sebuah karya berjilid dua, yang menyajikan kisah asal usul agama Kristen mulai dari kelahiran Yesus sampai kedatangan Paulus, sang pewarta ulung, di Roma sekitar tahun 60 M. Dengan kisahnya yang panjang (lebih panjang daripada kitab suci Perjanjian Baru yang lain), pengarang Injil Lukas dan Kisah Para Rasul mempunyai pengaruh besar dalam teologi dan spiritualitas Kristen.
Tetapi, terutama Lukas adalah seorang penulis yang berbakat, menyusun bahan-bahannya secara kreatif dan menyajikan cerita-ceritanya secara jelas dan dengan rasa seni yang sangat tinggi. Dante menyebut Lukas sebagai “penulis kelembutan Kristus” karena ia menekankan pada belas kasih Yesus kepada para pendosa dan kaum tersisih. Beberapa cerita mengenai belas kasih Tuhan yang terdapat dalam Injil Lukas: janda Naim, anak hilang, Zakheus, dan lain-lain.
Setiap pewarta Injil mempunyai metode dan pendekatan masing-masing dalam menyampaikan pewartaannya tentang karya keselamatan Yesus Kristus. Mereka berusaha mengelaborasikan pengalaman pribadi berjumpa dengan Tuhan dan konteks kehidupan iman umat pada zamannya. Keempat Injil itu pada umumnya menceritakan kisah yang sama kepada kita, yaitu tentang Yesus.
Pendekatan yang mereka gunakan juga seperti empat pelukis yang menghasilkan lukisan mengenai orang yang sama. Setiap penginjil memperlihatkan suatu hubungan pribadi dengan Yesus, bakat pribadi, pengalaman khusus dari kehidupan Kristen beberapa tempat dan waktu tertentu, sejumlah bahan yang diambil dari jemaat atau diperoleh dengan cara lain. Beberapa tema besar Lukas adalah: Keselamatan bagi manusia, belaskasih dan pengampunan, kegembiraan, perjalanan, kehidupan Kristen modern, pemenuhan nubuat dan kenaikan.
Melalui sejumlah pertanyaan (seperti dalam Kis 2:37), nabi yang baru ini diberi kesempatan untuk menjelaskan apa arti pertobatan. Kata-kata atau gelar-gelar tidak cukup. Seorang anak Abraham harus menunjukkan hak warisnya dalam perbuatan, khususnya berkaitan dengan persoalan berbagi dengan orang miskin dan keadilan sosial. Sedangkan, pesan Yohanes sesuai dengan ajaran para nabi pendahulunya.
Yohanes didekati oleh dua kelompok yang pekerjaannya dipandang bermasalah di mata orang-orang Farisi: para pemungut cukai yang biasanva mengeruk banyak keuntungan dengan memberi beban kepada orang-orang sebangsanya dan para prajurit Yahudi yang menjadi pasukan penjaga perdamaian Roma. Yohanes tidak menuntut bahwa mereka meletakkan pekerjaan mereka, tetapi supaya mereka melaksanakannya dengan jujur dan adil.
Teks ini hanya terdapat dalam Injil Lukas. Walaupun asal-usulnya masih diperdebatkan, namun jejak-jejak peredaksian Lukas cukup jelas. Di sini Lukas sekali lagi menggarisbawahi hubungan erat antara pertobatan dan buah-buahnya. Ayat 10 - 14 merupakan reaksi-reaksi terhadap tuntutan Yohanes Pemabaptis: "hasilkanlah buah-buah yang sesuai dgn pertobatan". Tiga kelompok orang banyak, pemungut cukai dan prajurit, tampil dan bertanya: "apakah yg harus kami perbuat?". Bagi Lukas, pertanyaan ini selalu menyangkut keselamatan, hidup dan mati.
Jawaban terhadap orang banyak: membagi makanan dan pakaian dengan sesama yang berkekurangan. Kepada para pemungut cukai diberi jawaban agar mereka jangan menagih lebih banyak daripada yang sebenarnya. Korupsi adalah godaan abadi bagi para pemungut cukai (bdk. Luk. 19:8).
Mereka tidak dinasehati untuk meninggalkan profesi mereka. Tampaknya bagi penginjil Lukas seorang pemungkut cukai dapat menjadi seorang Kristen asalkan bertindak jujur dan murah hati. Demikian juga prajurit dituntut untuk memperlakukan orang lain secara wajar. Konkretnya: jangan memeras dan merampas. Inilah godaan-godaan yang melekat pada profesi prajurit. Mereka dinasehati untuk puas dengan gaji mereka sendiri. Jadi, para memungut cukai dan prajurit dinasehati untuk berhenti berkorupsi dalam profesi mereka. Itulah buah-buah pertobatan meraka.
Dari sudut etis, teks ini cukup menarik. Di dalamnya tetap terasa pengaruh radikal etika Yesus (Perjanjian Baru) yangg amat humanistik dan berpusat pada cinta. Fokus tuntutan etis di sini adalah kebutuhan manusia dan hubungan antar mereka, dengan tekanan pada masalah keadilan, kejujuran dan belas kasih.
Selain itu, orang-orang yang secara sosio-religius diasingkan, mendapat pengakuan dan penerimaan yang wajar, sebab merekapun dapat hidup secara etis, baik dalam profesi mereka maupun di tengah-tengah jemaat kristen. Teks ini pun menyiratkan kesadaran sosial yang tetap relevan, khususnya dalam solidaritas dengan orang miskin, dalam melihat pajak dan bea cukai yang mencekik sebagai problemi bagi kaum miskin dan dalam melindungi warga masyarakat dari pemerasan dan kekerasan.
Kiranya bagi jemaat Lukas, perikop ini sungguh-sungguh menantang mereka yg memiliki kelebihan harta, sandang dan pangan, untuk berbagi dengan sesama mereka yang berkekurangan. Teks inipun akan menggugah anggota-anggota jemaat dari berbagai profesi untuk selalu bertindak adil dan menghindarkan diri dari godaan-godaan korupsi yang melekat pada profesi mereka. Secara khusus, teks ini mengedepankan tuntutan akan kejujuran dalam bidang ekonomi dan menolak semua bentuk kekerasan dan pemerasan.
Jelaslah di sini pun kita berhadapan dengan keprihatinan khusus Lukas terhadap permasalahan dan kebutuhan kaum miskin dan tak berdaya. Keprihatinan ini bukanlah semata-mata suatu pilihan sikap untuk brrtindak bagi jemaat Kristen, tetapi sungguh-sungguh merupakan buah-buah pertobatan dalam menjawab warta penyelamatan. Warta penyelamatan telah diserukan oleh Yohanes Pembatis, diwujudkan oleh Yesus sendiri dan ditemukan dalam khidupan jemaat Kristen.
Sdr. Vredigando Engelberto Namsa, OFM
Mahasiswa Pasca Sarjana STFT Fajar Timur Abepura- Papua
Reverensi:
Dianne Bergant & Robert J. Karris, “Tafsir Kitab Suci Perjanjian Baru”, Yogyakarta: Kanisius 2002.
Herbert Haag, “Kamus Kitab Suci”, Yogyakarta: Kanisius 1998
Kitab Suci Deutrokanonika (Katolik), Ende : Arnoldus, 2006
Lembaga Biblika Indonesia, “Tafsir Injil Lukas”, 1998
Previous article
Next article
Leave Comments
Post a Comment