Ads Right Header

Hosting Unlimited Indonesia
Cloud Hosting Indonesia

Lingko Lolok sedang berada di persimpangan antara kehancuran dan kelestarian

Albertus Dino
Albertus Dino

Oleh : Albertus Dino

Quote Amor - Berapa Minggu yang lalu, saya membaca berita tentang penolakan masyarakat Luwuk dan Lingko Lolok terhadap kehadiran pabrik Semen yang rencananya akan beroperasi di dua kampung ini. Jujur, saya sangat senang membaca isi berita tersebut, dan menurut saya, penolakan masyarakat merupakan suatu keputusan yang sangat bijak untuk menjaga dan merawat kembali tanah yang telah dirusak oleh perusahan sebelumnya. 

Sikap penolakan ini sebagai salah satu tanggapan masyarakat terhadap kunjungan Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur sebelumnya, yang datang melakukan sosialisasi pembangunan Parbik semen, yang rencananya akan dibangun di Luwuk, pada bulan lalu (13/2/2020).

Dalam kunjungan itu, Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur menghadirkan dan memperkenalkan PT. Semen Singah Merah di hadapan warga masyarakat kampung Luwuk. Perusahan ini, rencananya akan membangun pabrik semen di Luwuk dan mengeksploitasi tambang kapur di tanah ulayat Lingko Lolok.

Pada kesempatan tatap muka itu, Bupati Manggarai Timur mengemukakan alasannya menghadirkan pabrik semen di Luwuk. Menurut Andreas Agas, seperti dilansir dari Pos Kupang, kehadiran pabrik semen ini akan mengurangi pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.

Pernyataan Bupati Manggarai Timur ini sangat mengganggu pikiran saya. Kenapa tidak, karena sebelumnya di tempat yang sama, perusahan tambang mangan telah beroperasi selama kurang lebih belasan tahun, bahkan puluhan tahun, tetapi  tidak menunjukkan peningkatan bagi ekonomi masyarakat setempat.  Justru sebaliknya masyarakat semakin menderita, karena hampir sebagian lahan sudah dirusak oleh penggalian mangan.  

Selain itu juga, perusahan tambang sebelumnya pernah membuat perjanjian kepada masyarakat Lingko Lolok untuk menyediakan air bersih dan membuat jalan aspal.  Janji-janji ini telah menjadi dusta karena setelah menyelsaikan masa kontraknya, Perusahan pergi begitu saja tanpa pamit, tanpa merealisasikan janji-janjinya. Lalu lubang-lubang bekas galian masih ternganga di mana-mana. Tak ada lagi yang peduli. Pemerintah pun membiarkan perusahan pergi begitu saja tanpa menuntut apa yang menjadi tanggung jawab mereka.

Lantas, dalam keadaan seperti itu, pemerintah datang lagi membawa perusahan baru, dengan maksud yang sama, membuka pertambangan. Sekali lagi, pemerintah masih menggunakan ungkapan yang sama ketika pertama kali menghadirkan perusahan tambang mangan sebelumnya, katanya perusahan pertambangan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bagi saya ungkapan ini sangat kontradiksi dengan kenyataan, atau mungkin pemerintah punya definisi tersendiri tentang kesejahteraan bagi masyarakat. Mungkin bagi pemerintah Manggarai Timur, kesejahteraan itu terjadi ketika masyarakat bereuforia dalam janji-janji imajinatif yang disampaikan perusahan dan pemerintah. 

Saya berpikir Pemerintah perlu melakukan pengkajian dan penelitian terlebih dahulu di berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat setempat, sebelum memutuskan untuk membangun pabrik semen di Luwuk dan Lingko Lolok. Karena fakta dari pengalaman perusahan tambang sebelumnya tidak menunjukkan peningkatan kehidupan ekonomi bagi masyarakat setempat. Atau pemerintah pura-pura tidak tahu dan menutup matanya ketika berkunjung ke dua kampung ini. Gelagat seperti ini sudah kelihatan bahwa pemerintah hanya mau mencari untungnya saja. 

Oleh karena itu, bagi saya ungkapan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat hanyalah sebuah slogan yang nampaknya enak didengar tetapi sangat miris untuk memikirkannya, sehingga ketika saya membaca berita yang berisi penolakan masyarakat dari dua kampung ini, saya sebagai putra yang pernah mengalami masa kecil di sini pun merasa senang. Paling tidak sikap itu menunjukkan bahwa masyarakat setempat siap melawan tindakan penguasa yang cenderung ekspoitatif dan hanya manis diawal saja tetapi setelah mendapatkan kekuasaan penuh, tidak mau lagi peduli dan mendengarkan tuntutan masyarakat.

Saya berpikir, berangkat dari keprihatinan yang sama, diaspora Luwuk-Lolok di Jakarta, mengecam dengan keras niat pemerintah Manggarai Timur yang sedang berusaha mendirikan pabrik semen di Luwuk.  Menurut Maxi Rambung, Koordinator Luwuk-Lolok Diaspora (L2D), seperti diberitakan  indonesiakoran.com, kehadiran pabrik dan tambang, di Luwuk dan Lingko Lolok, akan merusak tatanan budaya setempat dan lingkungan hidup.

“Paling dekat adalah tambang mangan Serise. Bukti hasil pengerukan mangan  masih menyisakan lobang dan lahan gundul. Sementara masyarakat sekitarnya hanya menjadi pelengkap penderitaan ekonomi,” tegas Maxi.

Baca juga:
Selain itu juga, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Manggarai Timur, Bernardus Nuel, mempertanyakan kebijakan pemerintah Kabupaten Manggarai Timur yang akan merelokasikan kedua kampung tersebut bila pabrik semen itu sudah beroperasi. 

“Kalau masyarakat direlokasi harus betul-betul dikasih rumah yang layak huni yang nilainya 50 juta satu rumah. Kalau rumahnya bagus, harus lebih daripada itu nilai rumahnya, Tetapi kalau relokasi, relokasi kemana dulu, pertanyaannya kan gitu,” tegas Maxi seperti dilansir dari indonesiakoran.com.

Dari semua pertimbangan di atas, masyarakat diharapkan mampu bersikap kritis terhadap berbagai pendekatan yang dilakukan pihak pemerintah dan perusahan, sehingga masyarakat tidak terbuai dengan janji-janji manis dan juga tidak terjebak dalam sebuah skenario.

Karena yang akan terus berada di kampung itu adalah bukan perusahan atau pemerintah tetapi masyarakat Luwuk dan Lingko Lolok sendiri. Oleh karena itu, dalam membuat perjanjian perlu juga memperhatikan berbagai aspek khususnya yang berkaitan dengan hukum. Itulah yang akan menjadi kekuatan bila harus berurusan dengan hukum. Sekali lagi, masyarakat harus bersikap kritis pada setiap pendekatan pemerintah untuk melancarkan perjuangannya membangun perusahan pabrik tersebut. 

Saya menyatakan demikian karena saya mendengar bahwa masyarakat Lingko Lolok sudah bertemu dua kali secara tertutup dengan Bupati Kabupaten Manggarai Timur, Andreas Agas di kediamannya, di Ngalak Leleng, Kecamatan Poco Ranaka. Pertanyaan saya, kenapa pertemuan untuk membahas pembangunan pabrik semen berlangsung di kediaman Bapak Andreas Agas? Kenapa pertemuan tersebut tidak dilaksanakan di Kantor Bupati Kabupaten Manggarai Timur? Ini adalah kejanggalan lain yang saya temukan dari usaha Bupati Manggarai Timur. Berdasarkan informasi yang saya dapat dari Bapak Markus Meno, selaku tokoh adat Lingko Lolok, dari pertemuan itu mendapatkan keputusan bersama bahwa masyarakat Lingko Lolok menerima kehadiran pabrik Semen tersebut. Keputusan inilah yang membuat masyarakat Lingko Lolok menerima dana Kompensasi tahap pertama sebanyak 10 juta setiap keluarga pada Kamis (26/3).

Mendengar berita ini, sejujurnya saya menjadi kecewa karena sebelumnya saya sempat merasa bangga dengan pilihan beberapa tokoh masyarakat Lingko Lolok yang mau menolak kehadiran perusahan ini. Namun apalah artinya semuanya itu karena masyarakat sendiri yang sehari-hari mengalami kehidupan di kampung ini sudah menerima kehadiran perusahan, bahkan sudah mendapat kompensasi tahap pertama dari pihak perusahan. Bagi saya, keputusan masyarakat Lingko Lolok untuk memberikan tanah ulayatnya kepada perusahan menunjukkan bahwa masyarakat lingko Lolok menghendaki dan membiarkan anak-anak cucunya menjadi pengembara yang tak tahu arah  di mana dia harus tinggal.

Oleh karena itu, sebagai putra Lingko Lolok, saya menyelipkan satu pesan untuk Bapa Bupati Manggarai Timur, Bapa Andreas Agas, supaya menghargai dan menepati semua janji yang telah dibuat bersama dengan masyararakat Lingko Lolok. Karena satu pengalaman yang telah terbukti, di mana janji yang sama pernah diucapkan seperti diungkapkan bapa untuk mensejahterakan masyarakat. Ungkapan itu ternyata hanyalah sebuah angan-angan semata.
Previous article
Next article

Leave Comments

Post a Comment

Ads Atas Artikel

Ads Tengah Artikel 1

Ads Tengah Artikel 2

Ads Bawah Artikel