Cerpen
Covid-19
Sastra
Pesan sang covid-19 bagi para penikmat kehidupan
Wednesday, April 22, 2020
0
Pesan sang Covid-19 bagi para penikmat kehidupan (foto dari pixabay.com) |
Quote Amor - Kata mereka, pada mulanya, aku disebut sebagai corona virus. Seiring perkembangan, namaku semakin agak keren covid-19 atau coronavirus disease-19. Bukan hanya karena namaku sehingga aku menjadi keren, tetapi saat ini aku menjadi perbincangan dunia, yah trending topik gitu. Selain menjadi trending topik, aku juga menjadi momok yang sangat menakutkan bagi para penikmat kehidupan.
Bayangkan jutaan orang harus mengakhiri hidupnya hanya gara-gara aku, mulai dari orang yang tidak memiliki jabatan sampai pada mereka yang memiliki jabatan dan kekuasaan; pemerintah, kaum religius, dokter, perawat dan pengusaha-pengusaha ternama yang memiliki segudang harta dunia ini. Yah....! Itulah aku, sang covid-19. Pembunuh berdarah dingin dan penyebar ketakutan bagi para penikmat kehidupan.
Sang covid-19, itulah nama yang diberikan kepadaku oleh para penikmat kehidupan, aku sendiri tidak pernah memberi nama pada diriku. Jika dipikir-pikir apalah daya diriku ini, di hadapan manusia yang memiliki segudang kekuatan; pengetahuan, teknologi yang mentereng dan segudang harta yang tidak akan pernah habis dibagi untuk tujuh turunan. “Aku ini apa?” Memberi nama pada diriku saja aku tak tahu. Aku juga tidak memiliki pengetahuan dan kehendak atau ambisi untuk merancang sistem demi menghancurkan jutaan manusia. Tapi entahlah mengapa aku begitu ditakuti saat ini?
Baca juga :
Kuakui bahwa saat ini, aku, sang covid-19 menjadi momok yang sangat menakutkan, betapa tidak? Ritual-ritual keagamaan yang sudah ribuan tahun dihidupi oleh para penganutnya, bahkan yang sangat radikal sekalipun, dalam sekejap bisa ku-ubah. Bayangkan, mereka sudah puluhan tahun percaya diri dengan kekuatan Tuhannya dan amat radikal dalam sejumlah praktek keagamaannya, seakan tak berdaya karena kehadiranku. Jika mereka hendak berdoa secara bersama-sama dalam jumlah yang banyak, mereka akan diusir atau bahkan dipukuli. Mereka sungguh takut apabila aku hadir di situ. Yah...itulah aku, sang covid-19, penghambat sistem keagamaan saat ini.
Dalam skala yang besar, dunia saat ini dibatasi hanya karena kehadiranku. Para penikmat kehidupan yang biasa riang gembira bisa terbang dengan pesawat ke sana-ke marin, tidak lagi bebas melancong ke mana-mana. Setiap negara dan banyak wilayah-wilayah menutup akses karena cemas, jika aku hadir dalam kehidupan mereka. Sistem negara yang begitu canggih dari berbagai segi; teknologi, kesehatan, pendidikan, keamanan dan pertahanan nampaknya harus tunduk sekejap selama aku masih berkeliaran di dunia ini. Sungguh.......! Aku begitu menakukan bagi dunia ini.
Tapi terkadang aku juga heran, mengapa aku sampai bisa berkeliaran di dunia para penikmat kehidupan ini? Aku kan tak punya kaki apalagi sayap. Aku juga tak punya kendaraan, baik darat atau laut, apalagi udara. Aku sebenarnya tidak bisa pergi mengelilingi dunia yang begitu luas ini. Yah.. tapi itulah aku, sang covid-19 yang telah mewabah hampir ke seluruh dunia ini.
Hampir semua penikmat kehidupan menyalahkan dan membeci aku. Mungkin saja jika aku terlihat dengan jelas, aku pasti dicaci maki, diinjak-injak atau bahkan dicabik-cabik karena ulahku yang telah merenggang begitu banyak nyawa serta merubah dalam sekejap sistem kehidupan yang mapan dan mungkin juga sudah dianggap sempurna.
Ritual keagamaan yang sudah ribuan tahun dilestarikan secara turun temurun serta diyakini Tuhan hadir secara nyata di dalamnya, bisa berubah dalam sekejap. Para penikmat kehidupan yang kebanyakan adalah penganut agama yang radikal bertanya-tanya “mengapa kita lebih takut pada, sang covid-19 daripada Tuhan yang telah sekian tahun kita andalkan? Mengapa Tuhan Sang Penguasa dan pemilik kehidupan ini, serasa enggan untuk menghalau si covid-19 keparat itu?”
Yah....! Itulah aku, sang covid-19. Jika Tuhan saja serasa enggan untuk menghalau aku, apalagi sang penikmat kehidupan ini? Atau bisa jadi sang penikmat kehidupan yang enggan bekerja sama dengan Tuhan untuk mengusir dan melenyapkan aku, sang covid-19, dari muka bumi ini? Entahlah.....?
Tapi itulah mereka, sang penikmat kehidupan. Mereka seakan-akan mau melimpahkan semuanya kepada Tuhan, biar Tuhan saja yang Mahakuasa melenyapkan aku, si covid-19 ini, secara tiba-tiba, supaya mereka bisa kembali menikmati indahnya kehidupan. Bisa melalang buana ke sana-ke mari menjejaki kehidupan ini.
Di balik sosok-ku yang amat menakutkan ini, aku juga sepertinya mengajak para penikmat kehidupan untuk sejenak menyadari bahwa betapa indahnya hidup dalam persaudaaran dan kekeluargaan. Di banyak tempat, para penikmat kehidupan saling berbagi makanan. Yang kaya menyalurkan makanan kepada yang miskin dan tak mampu. Selain itu, mereka juga perlahan-lahan menyadari pentingnya memelihara dan mejaga kesehatan serta kebersihan diri.
Kehadiranku, sang covid-19 ini, mengharuskan para penikmat kehidupan lebih banyak berkumpul dan berdoa bersama keluarga. Mereka mungkin lebih sering mengaduh kepada Tuhan, mengapa Ia enggan melenyapkan aku, sang covid-19 ini segera? Nama Tuhan mungkin sudah sering diucapkan karena aku, sang covid-19 ini.
Mungkin saja mereka menyebut dan mengandalkan Tuhan karena sudah tidak tahu lagi mau mengandalkan siapa? Yah..........! Itulah aku, sang covid-19, telah menyadarkan para penikmat kehidupan betapa lemahnya mereka jika tidak memiliki pegangan hidup. Betapa rapuhnya kehidupan yang mereka bangun jika tanpa dilandasi dasar keimanan yang kuat.
Aku, sang covid-19, telah melalang buana ke berbagai tempat bukan karena inisiatif dan kemauanku sendiri, melainkan karena aku disebarluaskan oleh para penikmat kehidupan ini. Aku sendiri tak punya harta, kuasa dan kemampuan untuk melalang buana seorang diri, apalagi mengeliling dunia yang amat luas dan tak bertepi ini.
Tapi entahlah apa maksud mereka melakukan itu? Bisa jadi untuk membangunkan dunia hingar-bingar dari tidurnya yang lelap, yang mungkin sudah merasa mapan karena mampu merancang segala sistem yang dibangunnya secara canggih, entahlah? Atau bisa jadi untuk mengingatkan dan menyadarkan mereka sendiri, bahwa selamanya dan sampai kapan pun, mereka tidak akan berada di dalam dunia ini.
Apalah arti diriku, sang covid-19 ini tanpa peran para penikmat kehidupan dunia ini? Dapatkah aku hinggap di berbagai negara dan wilayah tanpa peran mereka? Masakan aku bisa berjalan dan terbang kian-kemari seorang diri? Para penikmat kehidupan telah menyalahkan dan membenci aku, sang covid-19 ini?
Menyalahkan dan membenci atau bahkan ingin se-segara mungkin melenyapkan aku dari muka bumi ini, tidak masalah untuk-ku. Namun selama para penikmat kehidupan masih membantu-ku melalang buana ke sana-kemari dan mengkondisikan aku tetap hidup serta bertahan di dunia ini, selama itu pula, aku, sang covid-19 akan tetap menjadi momok yang akan amat menakutkan bagi para penikmat kehidupan ini.
Oleh Fr.Wandi, OFM.
Biarawan, sedang menjalani Tahun Orientasi Karya
di Seminari Menengah St. Fransiskus Asisi, Jayapura.
Previous article
Next article
Leave Comments
Post a Comment