Obral Ide
Teologi
Gestur Kemenangan (Keluaran 17:8 -13)
Thursday, October 24, 2019
0
Gesture Kemenangan |
Quote Amor - Sekelompok suku pengembara (orang
Amalek) yang mendiami padang gurun antara Sinai dan barat-daya Palestina
menganggap kedatangan bangsa Israel sebagai sebuah ancaman yang mesti
disingkirkan. Keresahan orang Amalek atas situasi tersebut berujung pada
penyerangan kepada bangsa Israel.
Perang tersebut tentunya sangat merugikan bangsa Israel sebab secara fisik mereka sedang kelelahan karena
panjangnya perjalanan yang dilalui (Ul. 25:18),
apa lagi perang melawan orang Amalek merupakan pengalaman pertama setelah
keluar dari tanah Mesir (Butler, Analytical Bible Expositor,
Exodus, 2008).
Keadaan ini semakin diperburuk dengan tidak
adanya tentara terlatih di kubuh Israel. Gambaran
ini sangat jelas ketika Musa berkata pililah orang-orang kita, lalu keluarlah berperang melawan
orang Amalek (Kel. 17:9). Kata “memilih” menunjukan Israel belum
mempersiapkan pasukan khusus dalam bertahan dan menyerang (bdk., 1Sam 28:19).
Melihat situasi yang kurang
menguntungkan, Musa merencanakan sebuah strategi perang yang tidak biasa, Ia
bersama Harun dan Hur menuju puncak gunung sebaliknya Yosua beserta rombongannya
menuju medan pertempuran. Mengapa Musa tidak menyertai Yosua ke medan perang?
Mengapa ia menuju puncak gunung?
Jawaban dari pertanyaan tersebut erat
kaitannya dengan keyakinan Israel kuno yang beranggapan bahwa gunung adalah
titik pertemuan antara surga dan bumi (bdk.
Yes14:13) (Xavier
Leon-Dufour, Ensiklopedi Perjanjian Baru, Kanisius; Yogyakarta, 1990), tempat YHWH bersemayam (Mzm 24:3), dan
disitulah mereka mempersembahkan kurban bagi-Nya (Kej 22:22).
Dengan demikian
menjadi jelas mengapa Musa menuju puncak gunung yakni untuk meminta bantuan YHWH.
Sebab ia mempercayai bahwa kemenangan dalam perang tidak tergantung pada besar
dan kuatnya pasukan tetapi hanya karena YHWH (bdk.,Zak 4:6).
Jawaban yang diberikan YHWH atas
permintaan untuk memenangkan perang di luar
dugaan. Kemenangan tersebut amat tergantung pada gesture ambigu yang
dilakukan Musa. Jika Musa mengangkat tangan sembari mengacungkan tongkatnya (bdk.,Yos 8:18,26) maka Isreal semakin
kuat, sebaliknya apabila Musa menurunkan tangannya maka semakin kuatlah orang
Amalek. Beberapa ahli kitab suci berpendapat bahwa gesture Musa merupakan sebuah sikap doa kepada YHWH (bdk., Kel 9:29) (Waldemar Janzen, Believers Church Bible Commentary, Exodus, Waterloo,
Ontario; Herald Press, 200).
Jika direfleksikan lebih dalam gesture Musa di atas puncak gunung
merupakan sebuah gesture antisipasi
akan persitiwa salib di puncak Golgota. Hal ini tersingkap dalam olok-olokan di
bawah kaki salib; … jikalau Engkau Anak
Allah, turunlah dari salib itu! (Mat 27:40).
Selaras dengan Musa yang tetap
mengangkat tangan dan enggan
menurunkannya, Yesus pun tetap setia merentangkan/ mengangkat tangan-Nya di
atas salib. Bujukan untuk “turun” (berhenti merentangkan/ mengangkat tangan di salib) tidak
dilakukannya.
Perasaan lelah oleh Musa (Kel 17:2) dan
dahaga yang dialami Yesus (Yoh 19:28) tidak menjadi batu sandungan dalam
mempertahankan gesture yang dikehendaki
oleh Allah. Semua itu demi sebuah visi serupa yakni kemenangan. Kemenangan atas
orang Amalek bagi Musa dan Kemenangan dunia atas dosa di dalam Yesus Kristus.
Oleh : Agustinus Van Tawa
Previous article
Next article
Leave Comments
Post a Comment