Humaniora
Renungan
Teologi
Siapakah yang pantas makan bersama dengan Yesus
Saturday, September 14, 2019
0
Oleh : Albertus Dino
Quote Amor - Dalam membangun relasi dengan orang lain, kita mungkin cenderung bersikap mengkotak-kotakan orang, atau hanya bergaul dengan orang tertentu saja. Kita tidak mau bergaul dengan seseorang karena sikapnya yang tidak respek dengan kita. Hal ini masih sangat wajar tetapi kalau kita tidak mau bergaul dengan orang lain hanya karena perbedaan persepsi, dan lebih para lagi kalau kita mulai menyebarkan hoaks tentang orang tersebut supaya orang lain juga membencinya. Cara berpikir seperti ini melahirkan sikap dan tindakan diskriminatif dalam hidup menggereja. Kita merasa diri saleh karena rajin ke gereja lalu tidak mau bergaul dengan orang sesama lingkungan yang malas ke gereja, tidak mau mengikuti doa di rumah orang tersebut.
Ini merupakan gelaja-gejala penghayatan iman yang keliru, yang tidak menghadirkan wajah Kristus kepada orang lain. Kita merasa diri dekat dengan Tuhan tetapi tidak peduli dengan orang lain. Lalu untuk apa kita mengikuti Kristus kalau kita bersikap seperti itu? Bukankah Tuhan mengajak umat-Nya untuk menjadi pembawa sukacita dan cinta kasih kepada orang lain sehingga orang tersebut mengalami kesadaran dan “kesembuhan” iman untuk kembali kepada-Nya.
Yesus, dalam Injil Lukas 15: 1-32, mengkritisi sikap dan tindakan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, yang merasa diri saleh dan kemudian bersunggut-sunggut karena Yesus menerima orang-orang berdosa dan makan bersama mereka. Menurut orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, tindakan Yesus merupakan suatu skandal besar, suatu tindakan yang tidak pantas dilakukan oleh orang seperti Yesus. Namun Yesus mengetahui pikiran mereka lalu memberikan tiga perumpamaan untuk memberikan pemahaman yang benar kepada mereka tentang Kerajaan Allah. Yang pertama perumpamaan tentang domba yang hilang (Luk15:4-7), lalu tentang dirham yang hilang (Luk 15 8-10) dan yang terakhir tentang anak yang hilang (Luk 15:11-32).
Baca juga:
Baca juga:
Melalui tiga Perumpamaan itu, Yesus menunjukkan kepada kita tentang kasih Allah yang begitu besar kepada umat-Nya. Allah yang Maha Kasih itu selalu mengambil inisiatif untuk mencari umat-Nya yang hilang. Yesus menyampaikan tiga perumpamaan itu untuk menjelaskan siapa diri-Nya dan apa tujuan kedatangan-Nya ke dunia. Dua pertanyaan tersebut sebagai landasan untuk merenungkan siapa saja yang layak makan semeja dengan Yesus.
Penghayatan Iman yang semu
Dalam tiga perumpamaan itu, Yesus menampilkan satu cara penghayatan iman kita. Kita merasa diri dekat dengan Tuhan, lalu kita mulai memaksa Tuhan (dalam doa-doa kita) harus bertindak seperti yang kita inginkan. Karakter ini ditampilkan melalui kesembilan puluh sembilan domba yang bersama dengan gembalanya, lalu pada sembilan dirham dan menjadi sangat jelas digambarkan pada pribadi anak sulung yang merasa selalu setia dan taat kepada bapanya. Kita mungkin pernah, bahkan sering bertindak seperti kesembilan puluh sembilan domba yang selalu bersama Tuhan tetapi kita tidak menyadari secara penuh bagaimana kita bertindak sebagai pengikut Kristus. Kita mengikuti begitu saja, seperti hidup dalam kerumunan, tidak tahu harus berbuat apa, intinya mengikuti kewajiban sebagai orang katolik, datang ke gereja setiap hari Minggu.
Atau bahkan kita mulai bertindak seperti anak sulung yang merasa diri sudah bersama dengan bapa-Nya tetapi sebenarnya belum mengenal bapa dengan baik. Ia menjadi marah dan protes kepada bapa-Nya karena mau menerima adiknya yang sudah menghamburkan harta kekayaan, ditambah lagi dirayakan dengan pesta. Tindakan anak sulung ini sama dengan tindakan kita yang mulai membandingkan kehidupan keluarga kita, yang merasa sangat rajin ke Gereja, dengan keluarga orang lain yang mungkin jarang ke gereja. Kita protes, kenapa Tuhan malah memberikan banyak rejeki kepada orang-orang seperti itu daripada diri kita. Penghayatan iman seperti ini dapat dikatakan sebagai penghayatan iman yang semu.
Kerinduan untuk Kembali
Selain itu, dalam tiga perumpamaan itu, Yesus menggambarkan orang berdosa sebagai orang yang hilang. Mereka sering kali mendapat perlakuan diskriminatif. Hal tersebut sangat kelihatan dari tindakan orang Faris dan ahli Taurat. Mereka menyingkirkan orang berdosa dari kehidupan bersama sebagai umat beriman. Orang Faris dan ahli Taurat tidak memberi ruang kepada orang berdosa untuk bertobat, sehingga walaupun orang berdosa punya kerinduan untuk kembali kepada Tuhan tetapi selalu dihalangi oleh orang Faris dan ahli Taurat.
Keadaan seperti itu membuat orang berdosa merasa tidak layak untuk bertobat sehingga semakin jauh dari Tuhan. Mungkin kita juga pernah mengalami seperti domba dan dirham yang hilang itu. Kita tidak punya inisiatif untuk berbalik kepada Tuhan, hanya menunggu penyelenggaraan Tuhan. Namun Allah akan menjadi sangat bahagia dan sukacita kalau kita mempunyai kesadaran seperti anak bungsu, yang sempat hilang tetapi kemudian ia menyadari dosa-Nya dan mau kembali kepada Bapa.
Kesadaran itu yang dirindukan oleh Allah karena Dia selalu menanti kedatangan kita untuk mengalami kehidupan bersama dengan-Nya. Yesus mendobrak kebiasaan cara berpikir orang Faris dan ahli-ahli Taurat dan menunjukkan wajah Allah yang sesungguhnya, wajah yang penuh berbelas kasih. Oleh karena itu melalui tiga perumpamaan itu, Yesus menegaskan bahwa orang-orang yang layak dan pantas makan semeja dengan Tuhan adalah orang-orang yang memiliki kesadaran bahwa dirinya berdosa dan mau berbalik kepada Tuhan.(A/D)
Previous article
Next article
Leave Comments
Post a Comment