Covid-19
Humaniora
Obral Ide
Virus Corona
“Bila kamu sendirian, itu artinya kamu berdua” : Cara mengatasi ketakutan akan kematian dan kesepian karena Pandemi Covid-19
Saturday, April 4, 2020
0
Oleh : Albertus Dino
Quote Amor - Akhir-akhir ini, kita diminta untuk menjaga social distancing dan tetap berada di rumah masing-masing agar mencegah penyebaran virus corona atau Covid-19. Keadaan ini kadang membuat kita menjadi bingung dan cepat bosan karena tidak tahu harus berbuat apa. Mungkin kita merasa sepi karena tidak bisa berjumpa dengan para sahabat atau bahkan kita menjadi takut karena melihat dan membaca berita tentang korban yang terus meninggal karena pandemi Covid-19.
Lalu kemudian kita membiarkan perasaan itu terus bergumul dalam diri kita sehingga kita tidak punya kesempatan untuk melakukan sesuatu yang berguna selama masa pandemi Covid-19 ini. Kali ini, saya ingin membagikan bagaimana cara kita mengatasi ketakutan akan kematian dan kesepian tersebut.
Saya masih teringat pesan dan nasihat dari Pater Alex Lanur OFM, pembiming Rohani ketika berada di Novisiat Transitus Depok, Jawa Barat, bebapa tahun yang Lalu. Beliau selalu menasihati kami dengan mengatakan, “kalau kita sendiri, itu artinya kita berdua dan kalau kita berdua, itu artinya kita bertiga. Karena Tuhan selalu hadir di mana pun kita berada.”
Bagi saya, ungkapan ini sangat mendalam dan bisa menjadi kekuatan bagi kita untuk mengatasi berbagai persoalan, baik yang terjadi dalam diri kita sendiri maupun yang terjadi di luar diri kita. Kesadaran akan kehadiran Tuhan itu memberikan kekuatan kepada kita untuk menghadapi situasi pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini.
Ungkapan di atas juga mengingatkan kita bahwa kita tidak sendirian. Kita selalu bersama Tuhan yang menjaga dan melindungi kita dalam situasi pandemi Covid-19. Namun pertanyaannya adalah apakah kita pernah menyapa Tuhan yang selalu hadir bersama kita. Pertanyaan ini sangat penting bagi kita untuk mengatasi ketakutan itu.
Apabila kita mengabaikan Tuhan, maka jangan heran kalau kita merasa kesepian dan takut akan kematian. Karena ketakutan itu lahir dari situasi dimana kita merasa sendirian. Kesadaran akan kehadiran Tuhan juga mendorong kita untuk terus membangun relasi dengan Tuhan, menyapa-Nya dalam setiap kesempatan, bahkan kita bisa menggunakan kesempatan di rumah selama masa pandemi Covid-19 untuk berjumpa dengan Tuhan secara lebih dekat.
Baca juga:
- Virus Corona (Covid-19) mengambil alih peran Malaikat Pencabut Nyawa
- Strategi melawan Pandemi Covid-19 yang cepat dan efektif
Dari dalam rumah, Kita bisa berjuang bersama paramedis dan para relawan untuk mengatasi pandemi Covid-19. Kita berdoa bagi keselamatan mereka. Dan kalau sebelumnya kita kurang memiliki kesempatan untuk berjumpa dengan Tuhan dan menyapa-Nya karena kesibukan rutinitas maka momen pandemi Covid-19 ini adalah momen yang terbaik untuk membangun kembali relasi kita dengan Tuhan. Karena kita harus menyadari bahwa Tuhanlah yang memberikan kehidupan kepada kita sehingga kita bisa hidup sampai saat ini dan keyakinan ini seharusnya meneguhkan kita bahwa yang hanya bisa mengambil hidup kita adalah Tuhan yang sama, Tuhan yang kita imani.
Iman seperti inilah yang harus disadari terus supaya kita tidak mudah cemas dan takut berlebihan. Karena ketakutan yang berlebihan bisa mengancam hidup kita. Hal itu terjadi pada seorang warga Korea di Solo yang berani bunuh diri karena takut pada virus Corona (beritasatu.com, 1/3) atau Menteri Jerman, Thomas Schaefer memilih bunuh diri karena khawatir bagaimana mengatasi dampak ekonomi dari wabah virus Corona (kompas.com, 29/3). Fakta ini menunjukkan kepada kita bahwa kita boleh waspada terhadap wabah virus Corona tetapi tidak boleh sampai pada ketakutan yang berlebihan dan tidak menemukan kehadiran Tuhan dalam hidup kita.
Belajar dari orang kudus dan tokoh-tokoh dalam kitab suci
Saya teringat dengan orang-orang kudus dan tokoh-tokoh dalam kitab suci yang selalu menyediakan kesempatan untuk berjumpa dengan Tuhan. Kalau mereka ingin berjumpa dengan Tuhan, mereka berusaha menjauhkan diri dari keramaian dan mencari kesunyian sehingga bisa mendengarkan suara Tuhan dengan baik.
Kadang-kadang mereka pergi ke hutan yang terpencil atau menyepih di bukit-bukit. Mereka memilih cara itu hanya untuk berjumpa dan mendengarkan suara Tuhan.
Nabi Elia adalah salah satu contoh tokoh kitab suci yang selalu mencari kesunyian untuk mendengarkan suara Tuhan. Elia diminta oleh Tuhan untuk pergi ke gunung mendengarkan suara-Nya. Kemudian Allah menyatakan diri-Nya kepada Elia dalam rupa suara.
“Keluarlah dan berdiri di atas gunung itu di hadapan Tuhan!" Maka Tuhan lalu! Angin besar dan kuat, yang membelah gunung-gunung dan memecahkan bukit-bukit batu, mendahului Tuhan. Tetapi tidak ada Tuhan dalam angin itu. Dan sesudah angin itu datanglah gempa. Tetapi tidak ada Tuhan dalam gempa itu. Dan sesudah gempa itu datanglah api. Tetapi tidak ada Tuhan dalam api itu. Dan sesudah api itu datanglah bunyi angin sepoi-sepoi basa,” (1 Raj 19:11-12)
Yesus juga melakukan hal yang sama ketika Ia mau berjumpa dengan Bapa-Nya di Surga. Dia mengasingkan diri-Nya dari keramaian dan mencari tempat yang sunyi. Bahkan sebelum menghadapi kematian-Nya, Yesus di taman Getsemani menjauhkan diri-Nya dari para murid-Nya untuk berdoa kepada Bapa-Nya di Surga, “duduklah di sini, sementara aku pergi ke sana untuk berdoa (Mat 26:36).
Hal yang sama juga dapat kita lakukan dalam masa pandemi Covid-19 ini supaya kita tidak mudah menjadi takut tetapi seperti Yesus dan Elia dalam kesendirian berusaha mendengarkan suara-Nya. Kita mengurangi kesibukan-kesibukan yang membuat kita sendiri menjadi cemas dan takut, apalagi mendengar berita kasus virus corona yang jumlahnya terus meningkat.
Kita coba menggunakan dan memanfaatkan kesempatan pandemi Covid-19 ini sebagai pengalaman iman yang diberikan kepada kita untuk menghabiskan waktu sendirian, jauh dari orang lain dan membiarkan Tuhan menyapa kita. Waktu kesendirian itu bisa dilihat sebagai hadiah atau rahmat dari Tuhan dan juga kesempatan untuk memperdalam hubungan kita dengan-Nya.
Walaupun Keheningan kadang-kadang bisa sulit untuk bertahan, tetapi ketika kita mengenalnya sebagai kesempatan untuk mendengarkan Tuhan, kehadiran-Nya dapat memberikan kedamaian.
Previous article
Next article
Leave Comments
Post a Comment