Puisi
Sastra
Puluhan tahun telah kau tunggangi Nusantara.
Kau kepakkan sayapmu, jauhi sangkar duri penuh sekam.
Kau bersiul dengan puas, hingga perutmu kencang.
Matamu berbinar, bereuforia di atas udara lepas.
Dan kau teriakkan selamat tinggal musim kelam.
Tapi topan mengintai kicauanmu,
Dia tersenyum di balik tiarai kefanaan,
Katanya; itu hanya euforia semu,
Sebab ulat akan mengerut, buat busuk pada pucuk hatinya.
Dan Kebinekaan tercabik, semakin ternoda.
Fundamentalisme akan merong-rong di mulutnya,
hingga menusuk lehermu, racunkan pita suara.
Dan egosentrisme mencabik kepalamu.
Lumpuh jadi amnesia, lelah merajut ranting.
Puluhan tahun telah kau kandungkan Pancasila.
Kau ke pasar belikan baju dan celana untuk si buah hati.
Tapi sampai musim gugur kembali datang,
Si buah hati tak mau tinggalkan surganya.
Sebab panasnya musim terdengar olehnya
Kau pun mengembara hutan belantara,
Mencari kandang bagi lahirkan anak bangsa.
Tapi rindumu masih tersimpan, sisahkan harapan.
Di bukit kabut gersang kau tetap simpan kehidupan
bagi lentera kasih yang mengorbankan diri,
demi kembalikan harapan merajut damai kebersamaan****
Albertus Dino
Sajak untuk Garuda
Tuesday, November 19, 2019
0
Foto dari www.pixbay.com |
Kau kepakkan sayapmu, jauhi sangkar duri penuh sekam.
Kau bersiul dengan puas, hingga perutmu kencang.
Matamu berbinar, bereuforia di atas udara lepas.
Dan kau teriakkan selamat tinggal musim kelam.
Tapi topan mengintai kicauanmu,
Dia tersenyum di balik tiarai kefanaan,
Katanya; itu hanya euforia semu,
Sebab ulat akan mengerut, buat busuk pada pucuk hatinya.
Dan Kebinekaan tercabik, semakin ternoda.
Fundamentalisme akan merong-rong di mulutnya,
hingga menusuk lehermu, racunkan pita suara.
Dan egosentrisme mencabik kepalamu.
Lumpuh jadi amnesia, lelah merajut ranting.
Puluhan tahun telah kau kandungkan Pancasila.
Kau ke pasar belikan baju dan celana untuk si buah hati.
Tapi sampai musim gugur kembali datang,
Si buah hati tak mau tinggalkan surganya.
Sebab panasnya musim terdengar olehnya
Kau pun mengembara hutan belantara,
Mencari kandang bagi lahirkan anak bangsa.
Tapi rindumu masih tersimpan, sisahkan harapan.
Di bukit kabut gersang kau tetap simpan kehidupan
bagi lentera kasih yang mengorbankan diri,
demi kembalikan harapan merajut damai kebersamaan****
Albertus Dino
Previous article
Next article
Leave Comments
Post a Comment